MediaJatim.com, Pasuruan – Pengamat Budaya yang sekaligus dosen Ilmu Politik, Ainul Yaqin, mengatakan bahwa perjumpaan diskursif antara seni dan politik harusnya kembali digalakkan. Sebagaimana dalam sejarah, polemik kebudayaan telah memberi sumbangsih yang penting bagi kemajuan pemikiran kebudayaan dan karya cipta seni.
Penyataaan tersebut disampaikan saat menghadiri Kongkow Budaya, Minggu (24/3/2019), yang diselenggarakan di Cafe Pawon Punakawan Jl. Ki Hajar Dewantara Tembok Rejo Kota Pasuruan.
“Seni dan politik tidak semestinya terus dibiarkan berkubang dalam relasi traumatik, yang berkepanjangan. Seni dan politik sudah sepantasnya kembali dipertemukan guna mewujudkan apa yang diimpikan oleh filsuf fenomenologi Martin Heidegger bahwa politik dan kesenian adakah bagian tatanan hidup,” kata Ainul Yakin.
Puluhan pegiat kesenian dan teater menggelar kongkow budaya bersama Ainul Yaqin. Hadir pada malam tersebut beberapa komunitas Teater, diantaranya Kabel Teater, Teater Kala Probolinggo, Teater Semar, Teater Manunggal, Teater Izza dan Komunitas Budaya Godong eRI dan Teater Pelajar ex Drim’s Pasuruan.
Pengamat Budaya dan mantan Ketua Presidium Forum Kumonikasi Teater Kampus (JENDELA) Jawa Timur itu juga memaparkan tentang perkembangan seni Dan media sosial Yang berkembang pesat, hampir tidak ada lagi batas ruang dan waktu dalam proses dan berkarya, Seni, Politik dan Media menjadi instrumen tersendiri didalam kelasnya, kadang susah dieja.
Menurutnya, kebudayaan yang berlangsung sepanjang sejarah bangsa Indonesia selalu membicarakan satu tema pokok, yaitu hubungan antara seni dan politik yang Fluktuatif.
“Seni dalam konteks bagaimana peran yang mestinya diambil oleh seni untuk membangun bangsa serta mencerdaskan kehidupan masyarakat, jangan Sebaliknya, menjadi begundal politik atau malah memarginalkan peran sebagai kontrol sosial,” tegasnya.
Kebudayaan yang berlangsung sepanjang sejarah di Indonesia, tambahnya, melegitimasi teori Hans Kelsen, bahwa politik adalah etik dan teknik. Etik berkenaan dengan tujuan manusia agar tetap hidup secara sempurna. Teknik yang berkenaan dengan cara manusia untuk mencapai sebuah tujuan.
“Sebagai pelaku seni minimal juga harus turut membaca dan mengamati kondisi sosial, dengan harapan nantinya memberikan konstribusi positif melalui proses karya seni,” terang Ainul.
Sebab selama ini pelaku seni hanya menjadi obyek kepentingan elit politik dalam melancarkan misi kekuasaan.
“Sikap apa yang harus dilakukan oleh para pelaku seni dan teater ketika melihat situasi Negara saat ini. Kontribusi apa yang akan kita berikan kepada masyarakat. Ijtihad Nurani bagaimana yang diharapkan bisa menjembatani etika dan estetika antara seni dan politik,” pungkas mantan aktivis PMII Surabaya tersebut.
Sementara kegiatan ini yang diinisiasi Forum Seni Pasuruan Pinggiran pertama kali digelar. Asep selaku ketua panitia penyelenggara mengaku sengaja mengadakan kegiatan tersebut dalam rangka menampung kegelisahan-kegelisahan para seniman dan budayawan Pasuruan, serta kebutuhan mengkaji tentang seni dan politik sebagai dialektika.
“Belakangan ini situasi politik kian hangat, kami rasa sebagai pegiat dan pekerja seni budaya harus ikut andil dalam memberikan warna didalamnya, peran kita harus jelas sebagai apa dan dimana?,” ujar Asep.
Reporter: Sulaiman
Redaktur: A6