AJI Surakarta Kecam Tindakan Anarkis Suporter Terhadap Jurnalis

Media Jatim
Suporter anarkis, (Ilustrasi: Ist).

MediaJatim.com, Surakarta – Kekerasan dan intimidasi terhadap jurnalis kembali terjadi. Kali ini, seorang wartawan televisi di Madiun, Wiwit Eko Prasetyo, menjadi korban kekerasan yang diduga dilakukan suporter tim sepak bola saat sedang menjalankan tugas jurnalistik.

Kasus ini terjadi saat Wiwit yang merupakan wartawan BBS TV di Madiun sedang berada di Stadion Wilis untuk melakukan peliputan laga Persis Solo versus PSIM Jogja, Jumat (16/8/2019) sore. Seusai gol kedua dari Persis Solo ke gawang PSIM Jogja pada babak kedua, terjadi keramaian di luar stadion. Hal itu terlihat saat ratusan suporter di tribun stadion melihat ke luar. Melihat keramaian itu, Wiwit kemudian keluar stadion untuk mengambil gambar kericuhan tersebut.

“Saat keluar stadion dan ke kerumunan suporter, saya masih mengenakan rompi warna oranye dan id card yang disediakan panitia pertandingan,” kata Wiwit.

Setibanya di lokasi kerumunan suporter di Jl. Mastrip, Kota Madiun, Wiwit kemudian mengeluarkan handycam dan mengambil gambar kericuhan itu. “Saat mengambil gambar itu, ada suporter yang bilang ‘ada kamera ada kamera’. Mereka meminta saya untuk tidak mengambil gambar,” jelasnya.

Baca Juga:  Awal Puasa, Harga Daging Di Sumenep Merangkak Naik

Mendengar permintaan itu, Wiwit menyerahkan memory card kepada suporter. Setelah memory card itu diberikan kepada suporter, kata Wiwit, dia kemudian memberikan handycam-nya kepada polisi yang ada di kerumunan suporter itu.

Setelah handycam dan memory card diserahkan, Wiwit berniat kembali ke dalam stadion. Tiba-tiba ada helm yang dilempar ke wajahnya dan mengenai dahinya.

“Saya tidak tahu helm itu dari arah mana. Tiba-tiba mengenai wajah saya. Ini dahi saya mengalami memar. Saat saya mau pergi, ada sejumlah suporter yang mencoba memukul saya,” katanya.

Wiwit kemudian melarikan diri dan diselamatkan juru parkir dan petugas yang berjaga. “Kaca mata saya hilang saat di kerumunan. Tidak tahu hilang di mana. Saat itu, saya pikirannya harus selamat dahulu,” terangnya.

Kejadian ini menjadi kasus kekerasan dan intimidasi kesekian yang terjadi di Indonesia. Ada sekelompok massa yang menghalangi kerja jurnalis menjalankan tugas, bahkan disertai kekerasan fisik. Padahal wartawan dalam menjalankan tugasnya dijamin secara hukum oleh Undang-Undang (UU) No 40/1999 tentang Pers, khususnya pasal 4 yang menjamin kemerdekaan pers.

Baca Juga:  Madura United Siapkan Senjata Baru Gempur Persija

Selain tindak kekerasan, desakan massa agar wartawan menyerahkan alat kerja jurnalistiknya jelas merupakan perbuatan yang melanggar undang-undang. Pasal 18 ayat (1) UU Pers menyebutkan “Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah)”.

Atas intimidasi dan kekerasan tersebut, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Surakarta menyatakan sikap:

  1. Mengecam segala tindakan kekerasan dan intimidasi terhadap jurnalis yang sedang menjalankan tugas jurnalistiknya.
  2. Mendesak aparat kepolisian untuk mengusut tuntas kasus ini dengan menangkap dan menjerat pelaku hingga diadili sesuai aturan perundangan.
  3. Meminta seluruh masyarakat dari kelompok manapun termasuk suporter sepak bola untuk menghormati tugas jurnalistik para jurnalis karena tugas jurnalis dilindungi oleh undang-undang.
  4. Mendesak aparat kepolisian untuk mengusut seluruh kasus kekerasan dan intimidasi terhadap jurnalis yang belum terselesaikan hingga kini.

Reporter: Ist

Redaktur: Zul