Oleh: Firman Maulana
Beberapa waktu yang lalu telah terjadi penyegelan pembangunan makam leluhur Sunda Wiwitan di Curug Goong, Desa Cisantana, Cigugur, Kabupaten Kuningan. Menarik jika kita mendengar kata Sunda Wiwitan. Banyak yang tahu bahwa Sunda Wiwitan adalah sebuah aliran kepercayaan yang dianut sebagian kecil masyarakat adat Jawa Barat dan Banten. Beberapa orang menyebutkan bahwa orang Sunda Wiwitan itu telah dimasuki unsur-unsur ajaran Hindu, dan hingga batas tertentu ajaran Islam.
Dalam aksara Sunda, Sunda Wiwitan adalah suatu kepercayaan pemujaan terhadap kekuatan alam dan arwah leluhur (animisme dan dinamisme) yang dianut oleh masyarakat tradisional Sunda. Akan tetapi ada sementara pihak yang berpendapat, bahwa Sunda Wiwitan juga memiliki unsur monoteisme purba, yaitu di atas para dewata, dan hyang dalam pantheonnya atau tempatnya terdapat dewa tunggal tertinggi maha kuasa yang tak berwujud yang disebut Sang Hyang Kersa yang disamakan dengan Tuhan Yang Maha Esa.
Banyak orang mengatakan bahwa Sunda Wiwitan adalah agama asli Nusantara yang secara turun menurun dianut dan dipertahankan oleh masyarakat adat Sunda, karena agama ini sudah ada sebelum adanya agama yang diakui oleh Negara Indonesia pada saat ini.
Akhir-akhir ini kita dihebohkan dengan adanya polemik pemerintah daerah Kabupaten Kuningan yang menyegel pemakaman Sunda Wiwitan masyarakat Adat Karuhun Urang (AKUR) yaitu makam Pangeran Djatikusumah dan istrinya, Ratu Emalia Wigarningsih yang sedang dibangun disebabkan belum mempunyai Izin Mendirikan Bangunan (IMB), dan adanya beberapa penolakan tidak masuk akal dari golongan masyarakat tertentu. Padahal sebelumnya perbedaan kehidupan masyarakat di daerah tersebut telah hidup rukun.
Menurut Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, saat diwawancarai oleh wartawan ia meminta tidak ada persekusi sepihak dalam insiden penyegelan makam masyarakat adat tersebut. Terkait permasalahan itu Ridwan Kamil juga meminta kepada Bupati Kuningan untuk segera menyelesaikan polemik tersebut dan segera memediasi kesalah pahaman antara berbagai pihak.
Padahal dalam polemik ini pemerintah setempat sebelumnya harus mengetahui dan memahami Pasal 6 Ayat 1 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM berbuyi, “Dalam rangka penegakan HAM, perbedaan dan kebutuhan dalam masyarakat hukum adat harus diperhatikan dan dilindungi hukum, masyarakat, dan pemerintah”.
Dan dalam Pasal 28E Ayat 1 berbunyi “Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah Negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali”
Semoga dalam permasalahan terebut semua masyarakat tidak mudah menyerap berita-berita hoaks yang dapat menimbulkan perpecahan kerukunan umat beragama, dan bisa turut serta membantu memecahkan permasalahan, jika terjadi hal-hal demikian agar sama-sama paham dan tidak ada pihak yang dirugikan.
Dari penjelasan dan permasalahan tersebut, kita bisa melihat bahwa Sunda Wiwitan itu adalah agama asli Nusantara yang sudah menjadi agama turun-temurun sejak sebelum masuknya agama baru yang sudah ada di Nusantara pada saat ini. Kita sebagai masyarakat Indonesia yang ber-Bhinneka Tunggal Ika selayaknya wajib ikut serta melestarikan dan menjaga kekayaan budaya yang ada di Nusantara ini.
Ideologi Pancasila juga tidak pernah melarang perbedaan agama tertentu yang ada di Negara Indonesia, justru memberi pemahaman kepada kita untuk bersatu dalam perbedaan. Mari kita Bersama-sama membangun Indonesia dari segala sisi. Adat, budaya, dan tradisi yang harus tetap kita jaga dan kita lestarikan agar anak cucu kita bisa ikut melihat, mendengan, merasakan, dan menikmatinya kelak nanti.
Maka dari itu, Indonesia sebagai Negara Kesatuan, masyarakatnya wajib melaksanakan tugas Bhinneka Tunggal Ika tradisi yang telah turun-temurun dari nenek moyang kita, sehingga mampu mencapai tujuan yang telah dicita-citakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Sunda Wiwitan agama asli Nusantara yang sudah ada jauh sebelum ada agama-agama pada saat ini. Sunda Wiwitan adalah kita, dan bagian dari kita. Mari kita bersama menjaganya agar tidak ada pihak-pihak atau golongan tertentu yang menghancurkan tradisi, budaya dan adat istiadat asli Nusantara, khususnya agama Sunda Wiwitan yang ada di daerah Jawa Barat dan Banten ini. Hidup bertoleransi untuk keberagaman Indonesia tercinta.
*) Penulis adalah Aktivis PMII Cabang Ciputat.