Selama bertahun-tahun, Said Abdullah harus mengencangkan perutnya. Dalam percaturan politik di Kabupaten Sumenep, sejauh ini dia sebatas jadi pendorong. Kini tak lagi. Ketua Banggar DPR RI itu berikhtiar jadi pemegang kendali.
Ya, Fauzi yang notabene ponaannya saat ini mau tampil sebagai M1, setelah lima tahun hanya jadi ban serep; wakil dari Bupati A Busyro Karim. Said Abdullah tentu punya bargaining guna mewujudkan ambisinya.
Salah satu cara halus yang dilakulan Said Abdullah dan timnya, disadari atau tidak, ialah dengan memaksimalkan peran alumni Annuqayah yang selama ini jadi salah satu penggerak politiknya. Sebut saja Ubaidillah dan Syamsuni. Kedua alumni Annuqayah ini merupakan loyalis politisi PDI-Perjuangan.
Ubaidillah dan Syamsuni merupakan dua jurnalis jebolan Annuqayah Lubangsa dan Annuqayah Lubangsa Selatan. Keduanya beda daerah, tapi payung Annuqayah menaungi seluruh alumni.
Melalui Koran Madura, Ubaidillah dan Syamsuni tampak getol mencitrakan Fauzi-Nyai Eva sebagai pasangan ideal; pendukungnya solid. Sementara para pendukung pasangan Fattah Jasin(FJ)-Kiai Ali Fikri dihadirkan belum sepenuhnya kompak.
Para alumni Annuqayah yang selama ini menyesap manisnya politik di pusaran Said Abdullah, kemungkinan dihadapkan pada dilema; di satu sisi dituntut menjadi mesin politiknya Moncong Putih, sementara di sisi lain psikologinya dihadapkan pada keharusan èstoh (setia) pada Kiai Annuqayah.
Politik konstruktif penting diketengahkan alumni Annuqayah yang terjerat politiknya Said Abdullah; membangun tanpa menghancurkan; mencitrakan calon yang didukung, tanpa harus menistakan calon yang jadi lawan. Setidaknya ini menjadi oase dari dilema yang menderanya.
Politik-konstruktif tampak belum dilakukan alumni Annuqayah yang jadi loyalis Said Abdullah. Setidaknya itu tergambar dari deklarasi pencalonan FJ-Kiai Ali Fikri; medianya Said yang dikelola alumni Annuqayah justru mengambil sudut pandang pemberitaan destruptif; menyoroti ketiadaan dua tokoh kiai pendukung FJ-Kiai Ali Fikri yang berhalangan hadir. Judul dan data yang dihadirkan kurang proporsional.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumenep memang belum ketuk palu; dua pasang kandidat FJ-Kiai Ali Fikri dan Fauzi-Nyai Eva belum ditetapkan untuk bertarung dalam Pilkada Sumenep, Desember 2020. Namun, dari gerakan partai politik (parpol) dan kecenderungan massa pemilih, kedua paslon tersebut besar kemungkinan jadi warna tersendiri.
Said Abdullah yang dikenal politisi kawakan, tentu dituntut untuk bersikap bijak; upaya destruktif terhadap Kiai Ali Fikri yang merupakan representasi Annuqayah bisa jadi bumerang bagi kandidat yang diusungnya. Sebab, melawan Annuqayah sama saja dengan membenturkan kepala pelontosnya ke tembok kokoh; dipastikan hancur berkeping-keping.
Annuqayah merupakan pesantren besar. Alumninya tersebar hingga ke luar negeri dengan profesi yang beragam. Mereka sudah dididik untuk sadar politik konstruktif sejak di pondok; PKB, PPP, dan PDI-P merupakan tiga partai politik yang diikuti sebagian Kiai Annuqayah. Meskipun beda partai, mereka tetap harmonis dan menghadirkan politik santun, merangkul bukan memukul.
Sebagian kecil alumni Annuqayah yang jadi loyalis Said Abdullah, tentu bukan orang sembarangan. Atas hal itu, mereka pasti bisa menempatkan dirinya; tetap menjadi loyalis Said tanpa menciderai almamater tercinta. Menghadirkan politik konstruktif menjadi kuncinya. (*)