Opini  

Manuver Politik Cak Imin Menyongsong Pilpres 2024

Media Jatim
Muhaimin Iskandar alias Gus Ami. (Foto: Fanspage FB A Muhaimin Iskandar)

Aksi safari politik Muhaimin Iskandar atau Cak Imin kembali disorot publik. Beberapa hari yang lalu, dia ke Madura untuk menyambangi sejumlah komunitas dan tokoh masyarakat. Kedatangannya disambut antusias. Bahkan, tidak tanggung-tanggung, komunitas Blater (jawara Madura) mendeklarasikan Cak Imin sebagai calon presiden (capres) 2024 pada Kamis (10/2) di Kecamatan Burneh, Bangkalan.

Selanjutnya, Ketika ziarah ke Asta Batu Ampar, di Desa Pangbatok, Kecamatan Proppo, Pamekasan, Jumat (11/2), Cak Imin juga disambut hangat oleh beberapa tokoh agama. Ketua Umum PKB itu meminta restu para kiai untuk mencalonkan diri sebagai capres 2024.

Tidak dipungkiri lagi, ia sedang gencar-gencarnya bergerilya politik. Ia mulai menjalin silaturahmi dan komunikasi cukup intens dengan beberapa tokoh setempat. Ambisinya untuk menjadi presiden juga mulai banjir dukungan. Dengan penuh percaya diri, ia mulai memantapkan langkahnya. Saya kira, orang-orang di belakang Cak Imin sedang mengatur taktik dan strategi politik bagaimana mendulang dukungan penuh dari masyarakat. Lebih-lebih dari Nahdliyin. Sebab, Cak Imin sendiri dianggap sebagai salah satu kader Nahdlatul Ulama yang sangat berpengalaman di dunia politik.

Hanya saja, hubungannya dengan Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf sepertinya agak renggang. Hal itu terjadi sejak Gus Yahya menyampaikan bahwa NU tidak boleh dimonopoli oleh parpol mana pun. NU harus berjalan sesuai khittohnya. Tidak boleh menjadi kendaraan politik partai, termasuk PKB. Meskipun tidak dipungkiri yang melahirkan PKB adalah tokoh-tokoh NU. Saya melihat Gus Yahya benar-benar berkomitmen menjadikan NU sebagai rumah bersama. Bukan hanya rumah bagi kader atau simpatisan PKB.

Saat berkunjung ke Pondok Pesantren Miftahul Qulub, Polagan, Galis, Pamekasan, Jumat (11/2), Cak Imin kembali mengutarakan apa yang diutarakan oleh Gus Yahya bahwa struktur PBNU dilarang mengikuti kontestasi politik, termasuk pilpres. Namun, Cak Imin justru memahami pernyataan Gus Yahya dengan pandangan berbeda, alias terbalik. Ia mengartikan, sudah saatnya kader PKB mencalonkan diri sebagai presiden. Sebab, sebelumnya capres/cawapres berasal dari struktur PBNU, seperti Kiai Ma’ruf Amin dan Kiai Hasyim Muzadi. Sepertinya Cak Imin menyindir halus Ketua Umum PBNU itu. Biasalah, sebagian politisi memang jagoan soal sindir-menyindir.

Baca Juga:  Melawan Politik Uang, Menyelamatkan Demokrasi

Di Ponpes Miftahul Qulub, lagi-lagi Cak Imin memperoleh dukungan. Kali ini, Gerakan Nahdliyin Bersatu (GNB) yang merapatkan barisan untuk mendukung pencalonan Cak Imin. Statusnya sebagai ‘Gus’, keturunan salah satu kiai besar di Jatim menjadi magnet tersendiri. Apalagi, kiprahnya selama ini di pentas politik juga dianggap mumpuni. Ya, Cak Imin alias Gus Ami, juga dinilai sebagai politisi kawakan yang cukup cerdik dan organisatoris ulung. Pengalamannya di eksekutif dan legislatif menjadi nilai tambah yang membuat sebagian masyarakat semakin yakin terhadap kemampuannya.

Sayangnya, pendukung fanatik Cak Imin semakin tak terkendali. Buktinya, seperti yang dilansir Kumparan.com (23/1/2022), Ketua PCNU Sidoarjo dan Banyuwangi dipanggil PBNU terkait dukungannya secara terang-terangan kepada Cak Imin untuk jadi capres 2024. Hal itu membuat PBNU geram. Amanat ketua umum seolah dipandang sebelah mata. Padahal, sudah jelas dan tegas, pengurus NU tidak diizinkan menyeret NU ke ranah politik praktis.

Terkait hal itu, Cak Imin justru semakin agresif membangun basis dukungan di berbagai daerah. Pemanggilan PBNU terhadap dua pengurus struktural yang mendukungnya, tidak begitu direspon oleh Cak Imin. Bahkan, ia pernah melontarkan pendapat bahwa NU ibarat hamparan padang sawah yang tanahnya subur dan sangat luas, serta kaya akan berbagai kandungan. Menurutnya, NU tidak boleh ‘terlantar’ dan digali serta dimanfaatkan orang lain (bukan kader NU). Ia merasa harus pasang patok untuk mengambil dan menikmati tanah subur NU.

Baca Juga:  PKB dan PDIP Probolinggo Beri Klarifikasi Terkait Bacalegnya yang Terdaftar Ganda

Saya pribadi menilai Cak Imin ingin mendapatkan simpati dari Nahdliyin yang jumlahnya mencapai puluhan juta itu. Sayangnya, caranya mudah terendus. Sebab, bagaimanapun juga, NU tidak boleh ditarik-tarik ke ranah politik praktis. Apalagi yang sifatnya pragmatis dan transaksional. Tidak boleh ikut-ikutan atau terjerat politik kekuasaan. Meminjam istilah almaghfurlah KH Sahal Mahfudz yaitu siyasatus sufla (politik rendah).
NU harus istiqomah dalam siyasatus ‘ulya (politik tingkat tinggi), yaitu politik kebangsaan, keumatan, dan kenegaraan.

Politisi sekaligus kader NU tulen sekelas Cak Imin kayaknya mustahil tidak mampu membedakan politik praktis dan politik kebangsaan. Dia juga pasti mengerti betul bahwa NU sudah tidak bergerak dalam ranah politik praktis. Hanya saja, ini persoalan keinginannya menjadi R1. Bisa saja pura-pura tidak paham, alias bermain sandiwara. Padahal, dia bisa saja melarang keras pengurus struktural NU di semua tingkatan agar tidak berakrobat dalam politik kekuasaan dengan membawa embel-embel NU. Kenyataannya, hal itu tidak terjadi. Cak Imin malah makin gesit bermanuver mencari perhatian Nahdliyin.

Melalui catatan ini, setidaknya saya bisa sedikit membaca bahwa Cak Imin sangat percaya diri dan penuh optimisme untuk mencalonkan diri sebagai Presiden 2024. Sebab itu, wajar bila ia berkeliling ke daerah-daerah untuk mencuri start lebih awal. Mengingat sebelumnya pada Pilpres 2019, ia pernah digadang-gadang jadi cawapres mendampingi Pak Jokowi, namun belum terwujudkan. Jadi saat ini, ia sedang berupaya keras menebus kegagalan itu.

Kampung Batik Klampar, Pamekasan
Selasa, 15 Februari 2022
07.40 WIB

*) Editor/Penulis Buku