Oleh: Ribut Baidi*
Kejahatan korupsi di Indonesia sudah merambah pada semua lini institusi kenegaraan, baik pada ranah birokrasi pemerintahan dari level pusat sampai daerah, bahkan di instansi penegak hukum juga tidak luput dari praktik kejahatan korupsi yang semakin akut. Belum lagi, kejahatan korupsi yang juga santer dilakukan secara sistemik dan masif oleh para oknum politisi di legislatif, telah menambah panjang daftar pelaku kejahatan korupsi yang melukai rasa keadilan masyarakat dan penegakan hukum di tanah air. Distorsi akal sehat, moral dan mental yang destruktif (moral hazard), serta tereduksinya ajaran agama merupakan faktor yang membuat orang “buta hati” dan “gelap mata” hingga melakukan kejahatan korupsi yang berakibat fatal terhadap keberlangsungan kehidupan kebangsaan dan kenegaraan.
Tjandra Sridajaja Pradjonggo (Sifat Melawan Hukum dalam Tindak Pidana Korupsi, 2010) menyatakan kejahatan korupsi dilakukan tidak hanya karena faktor kebutuhan (corruption by need) dan faktor kesempatan (corruption by chance), namun kejahatan ini juga dilakukan karena faktor keserakahan (corruption by greed) meskipun ekonomi sudah mapan/cukup, tapi orang tersebut memanfaatkan segala jabatan dan kekuasaan untuk memperkaya diri, serta tidak berpikir apakah tindakan yang dilakukan melanggar hukum dan mereduksi tatanan nilai kemanusiaan.
Fakta empiris, kejahatan korupsi yang terus meningkat dengan segala modus dan strateginya di tengah gencarnya perang melawan korupsi oleh semua elemen bangsa, tidak menjadikan kejahatan ini semakin hilang. Upaya preventif dalam bentuk pencegahan korupsi, maupun upaya represif penegak hukum dalam bentuk pidana penjara dan denda, masih belum sepenuhnya menjadi senjata ampuh didalam memberantas korupsi yang berjenjang dan bergenerasi dari waktu ke waktu, sungguh ironis !
Budaya Antikorupsi dalam Dunia Pendidikan
Dunia pendidikan, baik di Sekolah maupun di Perguruan Tinggi adalah salah satu faktor penting untuk menanamkan nilai-nilai keagamaan dan moral yang tidak hanya untuk peserta didik (siswa dan mahasiswa), tetapi juga terhadap pendidik (guru dan dosen) agar mempunyai kepribadian dan mental yang kuat membenci perilaku korupsi. Hal ini menjadi penting, mengingat institusi pendidikan adalah wadah untuk mencetak generasi bangsa supaya tidak menjadi generasi bermental buruk dan tidak terjebak terhadap perilaku korupsi. Tentu, langkah utama yang perlu dilakukan oleh tenaga pendidik, selain materi keilmuan, moral, dan keagamaan, juga nilai-nilai kejujuran yang harus dikedepankan. Mengingat, tujuan pendidikan tidak hanya mencetak generasi bangsa yang intelek, tetapi juga berwawasan keagamaan, jujur, bermoral, serta berakhlak baik, sebagaimana yang tersirat dalam tujuan dan substansi dari undang-undang sistem pendidikan nasional.
Dalam rangka merealisasikan budaya antikorupsi dalam pendidikan kita, diperlukan tiga hal: Pertama, membudayakan sistem transparansi atas bantuan keuangan negara yang diberikan kepada institusi pendidikan, baik secara manual maupun secara online. Mulai dari tahap perencanaan penggunaan sampai pada laporan pertanggung jawaban keuangan. Kedua, sistem pengawasan yang dilakukan secara integratif, yakni tidak hanya melibatkan pihak internal institusi pendidikan, tetapi pihak eksternal, seperti: penegak hukum, lembaga swadaya masyarakat (LSM), pers, maupun masyarakat. Ketiga, khusus peserta didik, adanya muatan pendidikan antikorupsi dengan cara penyediaan buku-buku pelajaran antikorupsi khusus di tingkat siswa, dan matakuliah antikorupsi bagi mahasiswa secara intensif dengan alokasi waktu yang cukup. Disamping itu pula, sewaktu-waktu perlu mengundang para penegak hukum untuk ikut andil didalam memberikan pendidikan antikorupsi terhadap semua pendidik dan peserta didik.
Alhasil, upaya pencegahan korupsi dengan budaya antikorupsi yang digalakkan di dunia pendidikan sejak dini bertujuan untuk menghindari kejahatan korupsi supaya tidak merambah pada institusi pendidikan sebagai benteng terakhir untuk menjadikan bangsa dan negara ini menjadi lebih baik dan bermartabat. Oleh sebab itu, butuh keseriusan semua pihak agar sama-sama ikut andil melepas mata rantai dan jeratan kejahatan korupsi sebagai kejahatan kemanusiaan luar biasa (extra ordinary crimes) yang sudah menyandera negara kita. Disamping itu, diperlukan moral dan peran penegak hukum dengan segala spirit perangnya melawan korupsi sebagai contoh dan teladan yang baik bagi generasi masa depan bangsa di lingkungan pendidikan kita.(*)
*)Alumni Magister Hukum Universitas Trunojoyo Madura (UTM) Bangkalan, dan Staf Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Islam Madura (UIM)