Bangkalan — Tuntutan Kepala Desa se-Indonesia untuk memperpanjang masa jabatannya, terus menjadi kontroversi hingga saat ini. Tanggapan para akademisi terus bermunculan.
Salah satu Sosiolog Universitas Trunojoyo Madura Surokim Abdus Salam menyampaikan, tambahan masa jabatan Kepala Desa (Kades) akan membuat literasi politik masyarakat terhambat.
“Sejauh ini literasi politik masyarakat di desa sudah berangsur semakin baik, tapi jika jabatan Kades ditambah menjadi sembilan tahun, ini akan menghambat perkembangannya lagi,” katanya, Kamis (19/1/2023).
Surokim meminta pemerintah melihat secara jernih atas tuntutan perpanjangan masa jabatan Kades. Karena salah satu konsekuensi jika tuntutan itu dikabulkan, partisipasi masyarakat tentu akan pasif dan bahkan apatis pada demokrasi.
“Padahal partisipasi masyarakat dalam demokrasi sangat penting. Karena semakin masyarakat peduli terhadap demokrasi, maka semakin besar pula mereka akan ambil bagian dalam revolusi pembangunan di tingkat desa,” jelasnya.
Tanggapan lain atas tuntutan perpanjangan masa jabatan Kades juga disampaikan oleh Akademisi Hukum UTM Indah Cahyani.
Menurutnya, usulan untuk menambah masa jabatan Kades tidak akan membuat rakyat sejahtera, karena memang tidak ada hubungannya.
Harusnya, kata Indah, jika memang mau mensejahterakan rakyat, bukan memperpanjang masa jabatan, tapi bangunlah sistem pemerintahan desa dengan baik, akuntabel dan transparan.
“Karena kalau sudah transparan, program di desa pasti terlaksana dengan baik, dan APBDes bisa meningkat, tidak perlu menambah jabatan,” pungkasnya kepada mediajatim.com, Kamis (19/1/2023).(hel/faj)