Bangkalan, mediajatim.com — Reaktivasi jalur kereta api dan pembangunan tol Madura terus menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat.
Perbincangan ini diiringi fakta bertambahnya volume kendaraan di jalur utama Madura dari Bangkalan hingga Sumenep yang kerap memicu kemacetan.
Reaktivasi rel kereta api dan rencana pembangunan tol Madura ini dinilai bisa mengurai kemacetan tersebut.
Namun, tidak semua masyarakat memakai sudut pandang yang terakhir ini.
Seorang akademisi Universitas Trunojoyo Madura (UTM) Iskandar Dzulkarnain justru menilai, reaktivasi jalur kereta maupun tol Madura akan memiliki lebih banyak dampak negatif.
Untuk itu, dosen sosiologi UTM itu mengatakan bahwa pembangunan tol Madura atau reaktivasi jalur kereta harus dikaji lebih dalam tingkat efisiensi dan efektivitasnya.
“Ini urgensinya untuk apa, jika untuk efisiensi transportasi, perlu lebih jauh dan lebih dalam lagi dikaji,” terangnya, Kamis (27/4/2023).
Berkenaan dengan reaktivasi jalur kereta, kata Iskandar, kerangka kereta api yang dulu dipakai di Madura sudah dimuseumkan di Jawa Tengah.
Sementara rel kereta apinya sudah banyak yang hilang, dan lahan relnya ditempati banyak bangunan.
“Ini tentu butuh anggaran besar, belum lagi konflik yang akan ditimbulkan, gesekan dengan warga yang tinggal di lahan tersebut,” paparnya.
Apalagi, imbuh Dadang, kereta api ini hanya untuk keperluan mengangkut penumpang dari Kamal ke Sumenep.
“Justru menurut saya, ini hanya terkesan membuang anggaran negara,” tuturnya.
Pada masa Belanda, lanjut penulis buku Sosiologi Garam itu, kereta api menjadi alat transportasi untuk memonopoli distribusi garam, dan Belanda sangat diuntungkan dalam hal ini.
“Jika reaktivasi ini tujuannya untuk monopoli hal tertentu, saya kira perlu banyak pertimbangan dan kajian, apalagi potensi konfliknya besar,” jelasnya.
Sementara untuk tol Madura, kata Dadang, cenderung akan merugikan masyarakat, sebab, kebutuhan lahan untuk tol pasti besar, memerlukan ratusan bahkan ribuan hektare lahan pertanian dan bisa saja juga memakan wilayah pesisir.
Di sisi lain, mayoritas masyarakat Madura merupakan petani dan nelayan. “Kalau lahan produktif ini dialihfungsikan, bagaimana nasib perekonomian masyarakat Madura?” tanyanya.
Melihat jembatan Nasional Suramadu yang menghabiskan sekitar Rp4,5 triliun, kata Dadang, sampai detik ini ternyata belum mampu mendongkrak perekonomian masyarakat Madura.
“Saya malah lebih setuju penataaan ulang jalan di sekitar pasar tumpah, sebab, di luar itu, transportasi di Madura sudah cukup normal,” pungkasnya.(hel/ky)
Gimana bisa maju ya… Industri tidak ada… Ditambah lagi SDM nya kurang kesadaran.. Ditambah ekonomi yang lemah… Adapun yang kaya itu dari hasil usaha dari luar kota atau luar pulau/pengusaha besi tua dan makanan.
Bupati sumenep ngotot buat rekam jejak gub 1????
Saya lebih setuju tol dari pada kereta,
lahan pertanian tidak akan terkurang klo cuma di ambil untuk tol lagian di beli mahal bisa di alihkan ke lain usaha, yg jelas madura/Indonesia akan tambah maju
Pembangunan jalan tol lebih realistik..