Sumenep, mediajatim.com — Sumenep kembali memasuki puncak musim kemarau. Akibatnya, banyak daerah yamg kini dilanda kekeringan.
Plt Kabid Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumenep Abd. Kadir mengatakan, terdapat 10 kecamatan di Sumenep yang mengalami kekeringan pada tahun ini.
“10 kecamatan tersebut, yakni Kecamatan Saronggi, Kecamatan Batuputih, Kecamatan Ambunten, Kecamatan Pasongsongan, Kecamatan Rubaru, Kecamatan Batang-Batang, Kecamatan Talango, Kecamatan Pragaan, Kecamatan Ganding, dan Kecamatan Bluto,” ungkapnya, Kamis (15/6/2023).
Kadir menjelaskan, ada dua tipe kekeringan yang melanda Sumenep tahun ini. Pertama, kekeringan kritis. Tipe kekeringan ini menandakan bahwa memang tidak ada air sama sekali.
“Kedua, kekeringan langka air. Daerah yang mengalami tipe kekeringan ini berarti masih ada air tapi belum bisa memenuhi kebutuhan masyarakat,” tambahnya.
Desa yang mengalami kekeringan kritis di Sumenep, terang Kadir, ada 9 yaitu Desa Montorna dan Desa Prancak di Kecamatan Pasongsongan. Sementara di Kecamatan Batuputih, ada Desa Badur, Desa Juruan Daya, Desa Tengedan, dan Desa Batuputih Daya.
“Di Kecamatan Batang-Batang terdapat dua desa yakni Batang-Batang Daya dan Jangkong. Sedangkan untuk Kecamatan Rubaru hanya di Desa Basoka,” jelasnya.
Kondisi kekeringan kritis ini melanda, terang Kadir, karena Sumenep sudah masuk puncak musim kemarau.
Berdasarkan rilis Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), sambung Kadir, puncak kemarau tahun ini diprediksi berakhir pada pertengahan bulan Agustus nanti.
“Kami sudah mulai mempersiapkan diri, termasuk juga telah melakukan koordinasi dengan pihak BPBD Provinsi Jatim untuk mengantisipasi masalah kekeringan ini,” ujarnya.
Hingga saat ini, Kadir mengaku belum melakukan tindakan penyaluran air bersih ke desa-desa terdampak kekeringan.
“Karena prosesnya itu, pihak kecamatan mengirimkan surat kepada Bupati Sumenep, nanti sesuai surat itu BPBD akan melakukan assessment ke lapangan, sebelum diturunkan bantuan air,” terangnya.
Sementara, terang Kadir, masih belum ada pengajuan surat dari pihak kecamatan soal permintaan penyaluran air ke desa-deasa terdampak kekeringan.
Salah seorang warga Desa Prancak di Kecamatan Pasongsongan Fadlillah menuturkan bahwa masyarakat saat ini sudah mulai merasakan dampak kekeringan.
Setiap harinya, lanjut Fadlillah, demi memenuhi kebutuhan memasak, makan, dan mandi, banyak warga yang terpaksa membeli air bersih seharga Rp70 ribu per jam ke pemilik sumur bor di desa tetangga.
“Kami berharap dari pemerintah kabupaten segera ada tindakan untuk mengatasi krisis air dari dampak kekeringan ini,” pungkasnya.(fa/faj)