Sebentar lagi kita akan memilih calon kepala daerah. Calon ini, manakala terpilih nanti, akan kita panggil sebagai bupati, akan kita sebut sebagai pemimpin dan secara agung akan kita sanjung sebagai orang nomor satu di kabupaten.
Persoalannya, kacamata apa yang akan kita pakai untuk memilih seorang calon? Kacamata keinginan atau kacamata kebutuhan?
Ingin dan butuh adalah dua hal berbeda. Misalnya, kerap kita dengar adagium begini, “Yang kita inginkan belum tentu kita butuhkan dan yang kita butuhkan kadang tidak pernah kita inginkan”.
Adagium ini muncul untuk menjelaskan bahwa pada konteks tertentu ada perbedaan antara keinginan dan kebutuhan.
Keinginan
Keinginan cenderung bukan sesuatu yang esensial. Karena ia biasanya tumbuh sebagai pantulan atas realitas di alam khayali atau angan-angan.
Sementara alam khayali dipengaruhi oleh sisi-sisi emosional dan momentum sentimental yang cenderung bias.
Oleh sebab itu, keinginan cenderung tidak substansial, kurang logis, bersifat individual dan biasanya hanya untuk dinikmati secara pribadi dan satu kelompok kecil. Karenanya keinginan kemudian cenderung subjektif.
Memilih pemimpin misalnya semata-mata karena ia adalah teman dekat, satu alumni pesantren, satu korps, satu organisasi, satu trah, dan satu kubu bisa disebut sebagai keinginan karena didasarkan pada satu lingkungan yang sempit.
Karena keinginan itu jelas subjektif, sempit, cenderung untuk pribadi, penuh bias dan tidak esensial, maka pemimpin yang lahir dari sebuah keinginan biasanya hanya akan berguna untuk memuaskan keinginan diri satu kelompok yang sempit ini.
Kebutuhan
Jika keinginan didasarkan kepada alam khayal individu, maka kebutuhan didasarkan kepada fakta umum di tengah-tengah masyarakat.
Berbeda dengan keinginan, kebutuhan tidak bersifat individu. Kebutuhan bersifat generik atau sesuatu yang lazim. Dibutuhkan semuanya. Kita butuh makan. Kita butuh minum. Kebutuhan ini esensial dan lazim. Bukan hanya kita, tapi semuanya butuh itu.
Kebutuhan jelas tidak disandarkan kepada imajinasi individu atau satu kelompok. Tetapi didasarkan kepada pengalaman semua individu dan semua kelompok.
Karenanya, pemimpin yang dibutuhkan akan diterima semua kelompok sebab kebutuhan tidak disandarkan pada subjektivitas individu dan satu kelompok.
Sementara pemimpin yang sekadar diinginkan, biasanya hanya diterima di kelompoknya sendiri sebab keinginan biasanya didasarkan pada imajinasi individu dan kelompoknya sendiri.
Logika Sederhana
Di Kabupaten Pamekasan misalnya, pendukung Fattah Jasin ingin Fattah jadi bupati. Pendukung Kiai Kholil ingin Kiai Kholil menjadi bupati. Pun pendukung Baidowi ingin Achmad Baidowi menjadi bupati.
Pertanyaannya, apakah Fattah Jasin, Kiai Kholil dan Achmad Baidowi dibutuhkan? Atau sekadar diinginkan menjadi bupati oleh pendukungnya masing-masing?
Tentu yang kita harapkan, jangan sampai ada pemimpin terpilih yang sekadar diinginkan tetapi hakikatnya tidak dibutuhkan oleh masyarakat.
Sebab, jika itu terjadi, maka dia yang terpilih hanya akan menjadi “badut” karena hanya akan memuaskan keinginan kelompoknya dan tidak bisa memenuhi bahkan akan melupakan kebutuhan masyarakatnya.
Saya selalu berharap, yang terpilih adalah yang benar-benar dibutuhkan, yang memiliki kapasitas dan mampu mengatasi masalah dan memenuhi kebutuhan masyarakat.(*)
_____
*Penulis adalah Pemimpin Redaksi Media Jatim, sekaligus Ketua Forum Wartawan Pamekasan.