Moral Berita, Moral Jurnalis

Media Jatim
Menulis berita laku moral
Ongky Arista UA

Saya selalu terngiang-ngiang dengan apa yang dikatakan pendiri Majalah Tempo, Goenawan Mohamad:

“Pada akhirnya, menulis atau menyampaikan berita adalah sebuah laku moral…”

Apa yang disampaikan “pensiunan wartawan” Tempo ini bukan tanpa konteks. Dalam pengantar buku Sembilan Elemen Jurnalisme besutan Bill Kovach, Goen menyinggung peristiwa pembunuhan di Boston, AS, pada 1989.

Seorang perempuan mati kena tembak di dalam mobil. Kala itu, mobil tersebut berhenti di wilayah Kota Boston yang rawan: wilayah orang kulit hitam miskin: wilayah bermasalah dan kriminal.

Sementata suami si perempuan yang juga berada di dalam mobil mengalami luka-luka. Polisi setempat segera melakukan penyelidikan.

Harian The Boston Globe mulai menulis berita tentang peristiwa itu. Media massa ini mengarahkan liputannya kepada orang kulit hitam miskin di wilayah kejadian. Semacam menggiring pemberitaan bahwa terduga pelaku adalah orang kulit hitam di lokasi.

Namun, pada akhirnya terungkap. Bahwa yang membunuh si perempuan adalah suaminya sendiri. Si suami juga melukai dirinya setelah membunuh sang istri.

Baca Juga:  Menjawab Tanya (?) Mengapa Kita Harus Membaca Berita

Kata Goenawan, wartawan yang terlibat liputan The Boston Globe terlalu akrab dengan polisi Boston.

“Mereka terlalu jauh dengan kalangan miskin di sana,” kata Goen.

Goen menyinggung, betapa semena-menanya apa yang ditulis wartawan The Boston Globe. Karena telah menggiring publik untuk menuduh orang kulit hitam miskin yang ternyata tidak bersalah.

Berita sebagai Laku Moral

Siapa pun yang mencermati apa yang disampaikan Goenawan di atas akan pasti berkesimpulan bahwa berita bukan sekadar teks atau tulisan.

Lebih dari itu, berita telah menentukan buruk baiknya sekelompok orang. Berita menjadi hakim publik.

Berita menjadi teks pengadil. Apa yang muncul di berita akan dengan mudah menggiring opini dan memunculkan kebenaran atas sesuatu yang memang benar, belum benar, hampir benar dan bahkan tidak benar.

Baca Juga:  MEMBUMIKAN AL-QUR'AN: Refleksi Menyambut MTQ Jawa Timur XXIX di Pamekasan

Untuk itulah sebagai teks pengadil, berita harus benar. Sementara kebenaran berita itu bergantung sepenuhnya pada seberapa jujur si penulis berita–jurnalis ini–dalam menggali data dan memunculkan data itu menjadi berita.

Jika si jurnalis tidak jujur, maka dia akan cenderung menulis sesuatu yang tidak benar–menerbitkan berita tidak sesuai fakta.

Ketidakbenaran data yang ditulis akan merugikan banyak pihak; mengerdilkan banyak pihak; mendiskriminasi banyak pihak; dan seterusnya.

Di sinilah saya kira apa yang dimaksud Goen sangat jelas, bahwa pada akhirnya, menulis atau menyampaikan berita adalah sebuah laku moral sebab kejujuran adalah wilayah hukum moral.

Dengan demikian, berita adalah cerminan moral. Moralitas berita adalah moralitas si jurnalis, dan tentu sebaliknya, moral seorang jurnalis diketahui dari seperti apa produk beritanya.(*)

_____
*Penulis Pemimpin Redaksi Media Jatim, Ketua Forum Wartawan Pamekasan.