web media jatim
Brosur UIJ Sosial Media-01

Pilkada Sampang Akor Salanjhanga: Hentikan Anarki, Selamatkan Demokrasi

Media Jatim
Pemilu Sampang
Subaidi

Demokrasi bagaikan aliran sungai jernih yang mengalirkan harapan dan keadilan bagi rakyatnya. Namun, di Sampang, aliran sungai itu keruh, diwarnai kecurangan dan kekerasan yang berulang dalam setiap perhelatan demokrasi.

Pilkada yang seharusnya menjadi pesta rakyat malah berubah menjadi arena ketidakadilan yang terulang, seolah-olah ini adalah takdir, namun bukan berarti tidak dapat diubah. Sudah saatnya meretas lingkaran ini, menunjukkan bahwa ‘Akor Salanjhanga’ yang bermakna “Damai berkelanjutan” dalam Pilkada 2024 di Kabupaten Sampang bukan sekadar slogan kosong, namun mampu menjadi semboyan yang membawa angin segar untuk menghapus tradisi anarki menuju demokrasi yang aman, damai, adil, dan bersih dari kecurangan.

Anarki yang Membayangi Setiap Pemilu di Sampang

“Pemilu di Sampang Bermasalah” sebuah ungkapan yang acap kali terdengar dari mereka yang jemu menyaksikan pesta demokrasi di kota ini bagaikan panggung klimaks penuh kekacauan.

Setiap helatan pemilu di Sampang seakan menayangkan drama yang sama berulang kali. Kisah tentang tokoh antagonis yang melakukan kecurangan dan akhir cerita berupa anarki yang muncul ke permukaan, menjelma sebagai “tradisi” dengan basis historis.

Rekam jejak sejarah mencatat Sampang bukan sekedar penonton di panggung politik tahun 1997. Tragedi tak terkendalikan, kotak suara terbakar, nyawa melayang, dan akhirnya kota ini menjadi satu-satunya daerah tingkat II yang harus melakukan pemilu ulang. Pergantian kepemimpinan yang seharusnya disambut dengan suka cita berubah menjadi arena berdarah.

Namun, apakah situasi ekstrim ini berubah sejak saat itu? Sayangnya, tidak. Layaknya lingkaran yang tak pernah putus, Sampang terus dilanda tragedi serupa.

Pada Pilkada Jawa Timur tahun 2008, kabupaten di Madura ini bahkan mencetak rekor baru dalam pesta demokrasi dengan melakukan pemilihan hingga tiga putaran, sebuah fenomena langka dalam sejarah politik Indonesia.

Pemilihan ulang pun kerap kali memenuhi agenda rutinan, seperti pada tahun 2014 di 28 TPS. Diikuti aksi anarki pada pemilu legislatif DPRD Sampang tahun 2019, mulai dari tindakan membawa kabur kotak suara hingga tindakan kekerasan dengan senjata tajam dan senjata api yang menelan korban.

Terbaru, Pemilu 2024 pun tak luput dari kegaduhan hingga aksi penyanderaan yang dilatarbelakangi oleh indikasi surat suara tercoblos sebelum pelaksanaan pemungutan suara. Kecurangan dan tindakan anarki ini tidak hanya mencoreng integritas proses demokrasi, tetapi juga mencabik-cabik kepercayaan masyarakat terhadap pemilu itu sendiri.

Baca Juga:  Dalam 10 Bulan, 7 WNA Berstatus Warga Sampang: Dari India hingga Yaman!

Pemilu yang seharusnya menjadi ajang aspirasi rakyat kini berubah menjadi pentas penuh manipulasi, dan ini merupakan alarm darurat bagi kita semua.

Lalu, benarkah Pemilu Sampang ditakdirkan untuk terus mengalami siklus kekerasan dan kecurangan berkelanjutan? Dengan optimisme, jawabannya tentu saja tidak. Anarki bukanlah takdir yang tidak bisa diubah. Dengan langkah-langkah yang terstruktur dan komitmen yang kuat dari semua elemen, kita dapat menghentikan praktik anarki ini dan menyelamatkan demokrasi sebagai hak mutlak setiap warga negara Indonesia.

Membangun Demokrasi yang Bersih: Dimulai dari Rekrutmen KPUD

Ikan busuk mulai dari kepalanya, begitupun dalam menegakkan kembali demokrasi dimulai dari fondasinya. Melihat sebagian besar kasus kecurangan yang melibatkan penyelenggara pemilu, maka Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Sampang harus lebih selektif dalam memilih panitia penyelenggara pemilu di semua tingkatan.

IMG-20250502-WA0029
IMG-20250502-WA0027
IMG-20250502-WA0028
IMG-20250502-WA0031
IMG-20250502-WA0030

Proses pemilihan harus berlandaskan kompetensi, integritas, dan komitmen terhadap prinsip kejujuran, sehingga mereka yang terpilih adalah mereka yang bertanggungjawab dan independen.

Tidak boleh ada ruang nepotisme dan konflik kepentingan dalam tubuh penyelenggara pemilu. Langkah ini bukan sekadar formalitas, namun merupakan langkah awal memutus rantai kecurangan yang dibiarkan mengakar terlalu lama.

Pengawasan Terintegrasi: Peran Panwaslu dalam Mendeteksi Kecurangan

Langkah berikutnya adalah memperkuat pengawasan dalam setiap prosesi pemilu. Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) menjadi pemeran kunci dalam memastikan proses berjalan sesuai prinsip demokrasi.

Pengawasan yang efektif tidak hanya sekadar reaktif, namun lebih proaktif dalam mendeteksi adanya potensi kecurangan. Panwaslu Sampang juga harus melek teknologi untuk menciptakan sistem pengawasan yang tidak dapat dibohongi.

Fleksibilitas sistem digital yang mengawasi setiap tahapan membuat ruang kecurangan semakin kecil dan laporan masyarakat dapat segera terangkum dan direspon. Pengawasan berbasis real-time adalah benteng demokrasi, melindungi dari tangan-tangan yang ingin mengusik keadilan.

Baca Juga:  DPC Demokrat Pamekasan Buka Pendaftaran Cabup dan Cawabup, 2 Figur Sudah Ambil Formulir!

Penegakan Hukum yang Tegas: Memberikan Efek Jera

Demokrasi tidak akan bisa berjalan dengan baik tanpa adanya penegakan hukum yang tegas. Kasus pelanggaran pemilu di Sampang yang terstruktur, sistematis, dan masif justru jarang berujung pada tindakan hukum yang berarti.

Para pelaku kecurangan dan anarki seringkali lolos dari jerat hukum, yang pada akhirnya menimbulkan stigma bahwa kecurangan dalam pemilu adalah sesuatu yang bisa “ditoleransi”.

Hukum harus menjadi instrumen terdepan yang melindungi demokrasi, bukan hanya sekadar aturan longgar yang bisa dilanggar tanpa konsekuensi. Setiap bentuk pelanggaran harus mendapat konsekuensi yang tegas, transparan, dan memberikan efek jera.

Masyarakat sebagai Garda Terdepan: Kolaborasi untuk Menyelamatkan Demokrasi

Tidak ada demokrasi tanpa rakyat. Mayarakat harus menjadi detektif alami, mata dan telinga demokrasi, memantau dan melaporkan setiap bentuk kecurangan yang mereka lihat.

Perlu adanya edukasi politik sehingga mampu mendorong masyarakat untuk memahami hak dan kewajiban mereka sebagai pemilih cerdas. Edukasi ini pada akhirnya akan melahirkan masyarakat yang berani melawan intimidasi, menolak praktik politik uang, dan melaporkannya pada pihak terkait.

Kolaborasi antara penyelenggara pemilu, aparat penegak hukum, dan masyarakat akan menciptakan lingkungan yang lebih kondusif bagi demokrasi yang sehat, sehingga demokrasi bukan lagi tempat bagi mereka yang mencari jalan pintas, tetapi ajang bagi mereka yang benar-benar tulus mengabdi.

“Akor Salanjhanga”: Wujudkan Demokrasi Harmonis

Damai bukan hanya tujuan, tapi perjalanan yang harus dilalui bersama. Melalui reformasi rekrutmen penyelenggara pemilu, pengawasan ketat oleh Panwaslu, penegakan hukum tegas, dan partisipasi aktif masyarakat, “Akor Salanjhanga” dapat menjadi kenyataan.

Demokrasi yang damai dan bersih dari kecurangan bukanlah impian yang mustahil. Ia bisa menjadi kenyataan jika semua elemen yang terlibat dalam pemilu berkomitmen untuk menjaganya.

Kini, Pilkada Sampang 2024 menjadi kesempatan emas bagi kita semua untuk mengubah arah sejarah. Saatnya kita menghentikan kecurangan yang berujung anarki dan memastikan bahwa Pesta Demokrasi merupakan ajang aspirasi rakyat sesuai hati nurani.(*)

_____
*Subaidi, Mahasiswa UNIRA asal Gunung Rancak, Robatal, Sampang.