“Mas, soal ustadz dadakan itu kita sikapi bagaimana sebaiknya?” seorang mahasiswa bertanya pada saya sore itu saat kongkow-kongkow di kampus dengan beberapa orang.
“Ustadz dadakan itu gimana?”
“Misalnya, baru tobat atau baru masuk Islam, tiba-tiba jadi ustadz.”
“Bagi saya yang penting apa yang dia katakan,” jawab saya, “bukan apakah dia baru tobat atau baru masuk Islam. Kalau benar ya tidak masalah. Kalau salah, itu masalah.”
“Nah itu mas, masalahnya. Ustadz dadakan apalagi yang muallaf itu banyak salah-salahnya kalau bicara.”
“Ya gampang, kalau salah gak usah ikuti. Ikuti saja ucapan para ulama yg sudah lama belajarnya.”
“Tapi kok bisa sekarang banyak orang baru tobat dan muallaf yang mendadak ngustadz ya mas.”
“Mungkin mereka terinspirasi kisah para Rasul.”
“Terinspirasi gimana mas?”
“Ya para Rasul kan juga banyak yang dadakan. Begitu merasa menerima kebenaran, langsung berdakwah. Gak pernah nyantri, gak pernah belajar ilmu tafsir, apalagi fiqh dakwah. Tahu-tahu jadi Nabi. Mungkin ustadz dadakan itu sedang mengikuti jejak Rasul. Hunudzon saja lah kalian itu…”
Dan mereka ngakak. Entah apa interpretasi mereka atas kalimat terakhir saya itu sehingga mereka ngakak lama…
(Abdul Gaffar Karim, Dosen UGM Yogyakarta)