Karena mempunyai kesamaan thypologi dan latar belakang, Syaikhul Islam Ali dianggap pilihan tepat sebagai walikota pengganti Bu Risma. Selain religius beliau juga matang dalam intelektual.
Surabaya adalah salah satu kota terbaik di Indonesia. Itu dibuktikan dgn banyaknya capaian prestasi yang didapat. baik tingkat nasional maupun internasional.
Pencapaian Kota Surabaya yang demikian tentu diraih atas kerjakeras semua pihak, salah satunya adalah sang pemimpin Kota yang saat ini dijabat oleh Tri Rismaharini. Selama 10 tahun masa kepemimpinannya sudah terlihat pencapaiannya.
Masalahnya, Konstitusi membatasi jabatan hanya 2 periode. Siapapun dan sehebat apapun seorang pemimpin di Indonesia harus tunduk pada konstitusi ini. Sehingga, ketika tahun 2020 Risma genap 10 tahun memimpin Kota Surabaya, pergantian adalah hal yang harus terjadi. Lalu adakah sosok setara dengan Risma? Jawabannya pasti ada. Tinggal bagaimana masyarakat jeli memilih dan belajar dari sejarah.
Sejarah Kejayaan Kota Surabaya sebenarnya tidak bisa dilepaskan dari Islam. Lebih spesifik lagi NU. Pada masa awal, Sunan Ampel menjadikan Kota Surabaya sebagai salah satu pusat pengembangan Islam di Jawa Timur. Bahkan makamnya pun ada di Surabaya.
Berlanjut pada sejarah paling penting dalam proses kemerdekaan Indonesia yakni Perlawanan sengit masyarakat Kota Surabaya melawan penjajahan Belanda pada 10 November yang kemudian menjadi dasar julukan Surabaya sebagai Kota Pahlawan.
Hari Pahlawan bagaimanapun tidak bisa dilepaskan dari peran NU sebagai salah satu pewaris dan yang menjadikan Walisongo sebagai role model dalam berdakwah. Melalui Rais Am NU, Syaikh Hasyim Asyari mengeluarkan resolusi Jihad yang salah satu isinya menyebut bahwa perlawanan terhadap penjajah adalah wujud Jihad.
Bagaimana dengan bukti yang ketiga? Bukti ketiga adalah adalah Walikota Surabaya saat ini, Tri Rismaharini. Ya, ternyata Tri Rismaharini adalah cicit pendiri NU, yakni Kiai Jayadi. Bahkan keluarga Risma menyimpan banyak peninggalan leluhurnya itu dan kemudian menyerahkan kepada Musium NU yang terletak di Jl. Gayungsari Surabaya.
Nah, fakta-fakta tersebut jika dilihat secara teliti dan jernih menunjukkan bagaimana Surabaya akan jaya apabila dipimpin oleh sosok religius yang berlakang belakang NU sebagai penerus perjuangan para wali.
Lalu apa hubungannya dengan Syaikhul Islam? Jawabannya sederhana. Syaikhul Islam adalah aktivis NU yang berasal dari keluarga yang sangat kental ke NU-annya. Selain putra dari kyai tersohor ( KH. Agus Ali Masyhuri ) Ia juga merupakan Politis muda ketepatan dari PKB yang pada pemilu 2014 dan 2019 meraih suara terbanyak di Dapil I, meliputi Surabaya-Sidoarjo.
Belajar pada fakta sejarah, rasa-rasanya memilih Syaikhul Islam untuk memimpin Kota Surabaya adalah pilihan yang tepat: pilihan yang tidak akan mengecewakan malah akan membanggakan dan memuaskan; kebanggan seperti ketika masyarakat Surabaya memilih mengikuti Resolusi Jihad yang dirasakan hingga hari ini dan meneruskan seperti ketika Risma memimpin Kota Surabaya. Wallahu A’lam bi Al-Shawab.
Iwan Setiono, S.Sos, Wakil Ketua DPC PKB Surabaya