Judul: Kontroversi Supersemar
Penerbit: Media Pressindo
ISBN: 979-222-179-4
Tebal: 136 hlm; 13cm
Pengarang: Tim Lembaga Analisis Informasi
Cetakan X: Maret 2007
Buku mungil yang lumayan berbobot karya Tim Lembaga Analisis Informasi (LAI) ini mampu mengungkap pristiwa di balik Supersemar dengan cukup detail dan padat. Tak perlu waktu berhari-hari untuk mendapat info seputar sejarah yang perah di bungkam selama bertahun-tahun.
Rentetan peristiwa yang bermula dari pengungkapan cita-cita luhur Bung Karno untuk Indonesia yang di sampaikan dalam pidato beliau pada 17 Agustus 1965 tentang 3 hal penting, yakni: Berdikari (berdiri di atas kaki sendiri), pembentukan Conefo, dan Dwikora. Dengan semboyan berdikari atau hidup mandiri di atas kemampuan ekonomi sendiri, negara-negara seperti Amerika Serikat merasa terancam kelangusngan lifeline-nya di Indonesia. “Berdikari” dianggap sebagai manifestasi ideology kominis di bidang ekonomi, sebab dengan sistem perekonomian tertutup, aktivitas perdagangan internasional akan terancam. Sedangkan pendirian Conefo (Conference of New Emerging Forces) dinilai akan menjadi kekuatan besar yang mungkin mengancam kekuasaan negara-negara besar, terutama untuk tetap jadi mayoritas di PBB. Sedangkan ancaman dari Dwikora adalah terganggunya kekuasaan Inggris atas Malaysia. Jika Inggris merasa terancam, otomatis Amerika Serikat pun berkepentingan (hlm 117).
Mengetahui hal tersebut negara adidaya, Amerika, bertekat bulat menggulingkan Soekarno. Dengan cara melemahkan orang-orang terdekat beliau seperti Soebandrio dan Jendral A. Yani. Inggris tidak tinggal diam. Deplu Inggris mengirimkan staf senior ahli propaganda bernama Norman Reddeway ke Indonesia untuk meningkatkan intensitas operasi anti-Soekarno. Reddeway dibekali dana 100 poundsterling untuk melancarkan manipulasi terhadap media massa di Indonesia. Operasi itu dilakukan pada tahun 1965, ketika kekuasaan Soekarno mulai menyurut, dan ketika konfrontasi Indonesia-Malaysia sedang memuncak (hlm 118). Ternyata Inggris berkolaborasi dengan CIA. Hal tersebut di ketahui dari dokumen salinan telegram Duta Besar Amerika Serikat di Indonesia yang saat itu di jabat oleh Howard Jones. Dokumen tadi mengindikasikan keterlibatan “rekan-rekan AD” dalam tragedi 30 September 1965 (hlm 120).
Peristiwa G30S merupakan salah satu peristiwa besar yang erat kaitanya dengan tahap-tahap pelengseran Bung Karno. Peristiwa G30S juga melatarbelakangi lahirnya Supersemar. Peristiwa mencekam tersebut seelain menewaskan jenderal-jenderal AD juga menyisakan misteri tentang siapa dalang di balik peristiwa berdarah itu. Benarkah Muso, Aidit, dan Alimin? Ataukah orang lain?
Dengan terbunuhnya petinggi-petinggi AD dalam peristiwa G30S terjadi pergolakan politik yang cukup pelik. Di sana ada ego yang menggelora dan menjadikan Pancasila serta kepentingan negara sebagai alasan oleh oknum-oknum yang berkepentingan. Berbagai peristiwa terjadi untuk menyukseskan penggulingan Bung Karno. Hingga muncullah rekayasa atmosfir “tidak aman” yang mempercepat lahirnya surat sakti, Supersemar.
Dalam buku tersebut juga tersaji rentetan peristiwa sekitar Supersemar. Baik versi saksi mata seperti Soekardjo Wilardjito serta para mantan Cakrabirawa maupun bantahan para pelaku kejadian seperti M. Jusuf, Amirmachmud, dan Basuki Rahmad. Serta hasil analisis para pakar sejarah terurai secara lengkap.
Sesungguhnya Supersemar merupakan legitimasi dalam ranah militer bukan politik. Seperti halnya surat-surat sakti yang diberikan Bung Karno kepada orang-orang penting lainnya semisal Syarifuddin Prawiranegara. Setelah mandat selesai di jalankan legitimasi tersebut di kembalikan kepada pemberi legitimasi, Presiden, Bung Karno. Tetapi tidak ketika Supersemar diberikan kepada Soeharto. Bahkan Soeharto menggunakan Supersemar sebagai landasan di keluarkannya Keputusan Presiden No. 1/3/1966 tentang pembubaran PKI yang di tanda tangani atas nama Presiden. Mengetahui hal tersebut Bung Karno marah. Beliau mengeluarkan surat 13 Maret 1966 sebagai koreksi atas Supersemar, tetapi tidak mendapatkan respon sama sekali.
Lantas sempat terdengar desas-desus tentang “Supersemar palsu”, “Supersemar hilang”, dan lain sebagainya. Desas-desus tersebut munkin dapat di jelaskan dalam paparan sub bab “Dimana Naskah Asli Supersemar?” (hlm 90).
Blitar, 27 November 2019
*) Penulis Akrab di panggil Rosy. Bernama lengkap Rosy Nursita Anggraini. Lahir di Blitar 24 Januari 1995. Beralamat di Dusun Cimpling RT 01/01 Desa Siraman Kecamatan Kesamben Kabupaten Blitar. Sedang menempuh pendidikan Pascasarjana di Fakultas Ilmu Administrasi dengan Program Studi Magister Ilmu Administrasi Publik, Universitas Brawijaya Malang. Aktif di FLP Blitar. Santri aktif Pondok Pesantren Al- Falah Siraman Kesamben Blitar. Dapat di hubungi melalui e-mail rosynursitaanggraini@yahoo.co.id, fb Rosy Nursita A, IG rosy_nursita, serta nomor HP/WA 082334724195.