Mediajatim.com, Situbondo – Tahun anggaran 2020, sebanyak 125 Pemerintahan Desa di Kabupaten Situbondo menganggarkan pengadaan bobil siaga desa. Bahkan sudah ada sekitar 50 Desa yang telah melakukan kontrak dengan pihak ketiga serta melakukan pembayaran uang muka (DP).
Hal tersebut mendapat sorotan tajam dari berbagai kalangan, salah satunya dari LSM Sarekat Muda Pro Demokrasi (SM Prodeo). Sebab, pengadaan mobil siaga desa itu terindikasi menyalahi aturan.
“Pengadaan mobil serentak itu banyak terindikasi salahi aturan, yaitu salah satunya rencana pengadaan mobil siaga itu tidak melalui mekanisme RPJMdes yang akhirnya dikerucutkan di APBdes ataupun RKPdes. Hampir keseluruhan Pemdes yang sudah melakukan pemesanan itu tanpa melalui mekanisme yang sudah ada,” kata Ketum SM Prodeo Nuril Ulum.
Pria yang akrab disapa Vije itu menambahkan kronologi adanya program pengadaan mobil siaga desa itu berawal dari pertemuan di Gedung Pemerintah Kabupaten Situbondo, Lantai 2.
“Konon pengadaan mobil siaga tersebut berawal dari suatu pertemuan di lantai 2 Pemda Situbondo. Tiba-tiba ada pemaparan dari marketing salah satu perusahaan APDM, lalu dari sanalah terjadi kesepakatan inden barang untuk mobil siaga.
Dengan beraninya perusahaan tersebut melakukan MoU atau tandatangan kontrak walaupun belum ada pembayaran tunai,” ungkap SM Prodeo berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan di lapangan.
Menurutnya, kebutuhan kendaraan berupa aset Desa itu harus terencana dari awal. Karena harus dimasukkan dalam RPJMDes yang diwujudkan menjadi APBDes dan dikerucutkan lagi RKPDes. Jika hal tersebut tidak dilakukan maka jelas telah menabrak aturan.
“Perbup yang mengatur tentang pengadaan barang dan jasa di tingkat desa, tidak tegas mengatakan apakah itu swakelola atau melalui penyedia jasa. Namun prinsipnya hanya disebutkan, pengadaan barang dan jasa di desa itu melalui mekanisme swakelola. Tidak menutup kemungkinan, jika nilainya itu besar itu harus melalui penyedia barang dan jasa.
Pada praktik dan pelaksanaan pengadaan barang berupa mobil siaga itu tanpa melalui mekanisme baik itu swakelola ataupun melalui penyedia jasa dengan prosedur lelang. Padahal nyata diatur dalam Perpres tentang pengadaan barang dan jasa berupa kendaraan tidak boleh melakukan melalui dana talangan pembayaran,” jelasnya.
Nuril juga mempertanyakan soal dana desa (DD) dan alokasi dana desa (ADD) yang masih belum ada yang dicairkan, kendaraan sudah dipakai wira-wiri oleh kepala desa.
“Lalu, darimana sumber anggaran untuk membeli mobil itu?. Ini jelas suatu perbuatan yang terindikasi kuat korupsi,” pungkasnya.
Reporter: Frengky
Redaktur: Zul