MediaJatim.com, Situbondo – Dalam rangka mengurangi beban dampak virus Corona, 132 Desa di Kabupaten Situbondo dituntut harus menganggarkan dana untuk bantuan langsung tunai (BLT) yang diambil dari Dana desa (DD).
Ketua LSM Siti Jenar Eko Febrianto memperingatkan kepala desa agar tidak main-main dengan dana yang diperuntuk warga tidak mampu yang sedang terdampak penyebaran Covid-19.
“Coba saja main-main dengan anggaran bantuan tersebut. Saya juga tidak akan main-main, jika ada indikasi mark up atau dugaan korupsi maka saya akan laporkan,” tegas Eko Febrianto, Kamis (30/4/2020).
Ia menekankan, penyaluran BLT-DD tersebut harus tepat sasaran. Masyarakat juga diminta untuk mengawasi realisasi program bantuan ini. Jika ada kesalahan prosedur atau penerima yang tidak tepat sasaran, secepatnya melakukan pengaduan ke pihak berwajib atau lembaga swadaya masyarakat.
“Kita akan lihat bukti konkrit di lapangan. Kalau pihak desa sudah benar mengirim data yang sesuai dan dari pihak kabupaten ataupun provinsi yang diduga ada kesalahan dalam pendataan, saya harap kepala desa segera melaporkan. Saya tidak tebang pilih jika memang ada dugaan pihak kabupaten atau provinsi yang melakukan kesalahan data, maka saya akan melaporkan agar semua bantuan BLT-DD tepat sasaran,” tegas Eko Febrianto saat dikonfirmasi di kediamannya.
Pelaksanaan program BLT-DD ini memang membuat seluruh kepala desa merasakan gelisah, seperti yang diungkapkan Kepala Desa Ketowan, Kecamatan Arjasa Eryanto. Menurutnya, program BLT-DD ini membuat gelisah seluruh Kepala Desa bukan karena dana yang diambil dari dana desa, melainkan realisasi program bantuan ini.
“Ini membuat gelisah bagi saya sebagai kepala desa dan keluhan semua kepala desa di Kabupaten Situbondo, bukan karena dana yang diambil dari dana desa melainkan karena syarat dari prosedur yang harus mendata ulang penerimanya, karena penerima harus yang tidak mendapatkan bantuan PKH dan BPNT,” ungkap Eryanto.
Bahkan Eryanto menjelaskan, terkadang pendataan yang disetor dari desa mengalami perubahan ketika sampai di Pemerintah Kabupaten atau Provinsi. Terkadang data lama yang tetap keluar, sehingga akhirnya masyarakat beranggapan itu adalah kesalahan dari Pemerintah Desa.
“Kita sudah mendata sesuai prosedur, lalu kita serahkan ke Pemerintah Kabupaten. Terkadang berubah, tetap saja tidak sesuai pendataan dari Desa yang menerima bantuan. Akhirnya itu yang membuat masyarakat menilai semua kesalahan ada di Pemerintah Desa, padahal sudah mendata benar dari bawah mulai tingkat RT/RW,” jelasnya.
Reporter: Irwan Suciono
Redaktur: Zul