Kemajuan suatu negara bergantung pada sumber daya manusia (SDM) di dalamnya. Begitulah yang saya yakini. Sumber daya alam (SDA) melimpah ruah tidak akan begitu berdampak pada kesejahteraan masyarakat jika tata kelolanya masih asal-asalan. Dalam hal ini, peran pemerintah sangat strategis dan menentukan. Sebab, merekalah yang mengeluarkan aturan dan kebijakan. Jika orang-orang di dalamnya tidak memiliki integritas dan kompetensi, maka kemungkinan bangsa tersebut akan tertinggal.
Belum lagi, sebagian pejabat negara saling sikut merebutkan lahan garapan. Itu semakin menambah rentetan persoalan yang dihadapi. Lantas, rakyat dibiarkan begitu saja. Terbelakang, tertinggal, dan terpuruk dalam lingkaran kemiskinan yang sengaja diciptakan. Sebab, saya percaya kemiskinan ini bukan hanya persoalan nasib. Lebih dari itu, karena desain kebijakan yang amburadul. Padahal, puluhan tahun silam, Bung Karno, Proklamator RI, sudah mewanti-wanti, bahwa berdirinya Indonesia bukan untuk satu individu atau golongan, namun buat semuanya. Cita-cita presiden pertama RI itu sepertinya belum sepenuhnya mewujud.
Segelintir pengusaha kaya raya merangkap menjadi pejabat akan menciptakan konflik kepentingan. Ketika hendak mengeluarkan aturan, kalkulasi untung rugi menjadi pijakannya. Sebab, aset-asetnya banyak yang harus diamankan. Keberpihakan kepada rakyat cukup di bibir saja. Janji menyejahterakan rakyat hanya omong kosong, alias bualan. Wajar bila kepercayaan rakyat kepada sebagian pejabat negara kian tergerus, bahkan hilang. Bagaimana mau ngurusin aset negara, jika kepentingan pribadinya selalu dikedepankan.
Selain itu, banyak di antara pengelola negara ini yang tidak tahu malu merampok uang negara. Urat malunya terputus. Hasrat terhadap materi menguasai dirinya. Mereka melakukannya secara terang-terangan, ada yang sembunyi-sembunyi. Namun intinya sama; nyolong uang rakyat. Padahal, uang tersebut dibutuhkan untuk pembangunan ekonomi, pendidikan, dan semacamnya.
Saya rasa, pengelolaan negara ini perlu kembali kepada apa yang telah diamanahkan dalam beberapa poin pembukaan UUD 1945, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Pemerintah bertanggung jawab membebaskan masyarakat dari belenggu kebodohan. Masih banyak anak-anak pelosok yang tidak terjangkau bantuan pendidikan dari pemerintah, banyak yang belum berkesempatan mengenyam pendidikan tinggi, kualitas pendidikan antardaerah masih senjang. Bagaimanapun juga, generasi sekarang akan menjadi penentu masa depan Indonesia di kemudian hari. Jika anak mudanya tidak diperhatikan perkembangan intelektual, emosional, dan spritualnya, maka pos-pos strategis pemerintahan akan diisi oleh mereka yang kurang kompeten dan tidak memiliki jiwa kepemimpinan.
Terkait kesejahteraan sosial, kita harus mengakui masih belum merata. Arah kebijakan ekonomi masih simpang siur. Terkadang mencekik ‘wong cilik’ secara sengaja. Sebenarnya pemerintah ada di pihak siapa? Pemilik modal atau rakyat? Apalagi pandemi Covid-19 belum sepenuhnya sirna. Sebagian masyarakat masih mencoba bangkit dari keterpurukan ekonomi. Bantuan dari pemerintah hanya bersifat stimulus. Selanjutnya, kembali kepada kita sendiri bagaimana tetap bertahan dan terus berkembang.
Komitmen pejabat negara dalam mewujudkan cita-cita foundhing fathers kembali dipertanyakan. Jangan-jangan selama ini mereka bergerak hanya untuk dirinya sendiri dan partainya. Padahal, kepentingan partai harusnya berada di bawah kepentingan bangsa dan negara. Mereka mendapatkan mandat dari rakyat untuk mengelola negara. Bertanggung jawab penuh kepada rakyat. Jangan dibalik seolah pejabat negara adalah majikan dan rakyat adalah pelayannya. Sekali lagi, mereka mengabdi kepada rakyat.
Akhirnya, melalui catatan ini, saya berharap pejabat publik yang belum sadar terhadap amanah yang dipikulnya, bisa segera sadar diri. Sehingga mereka sungguh-sungguh dalam mengelola negara, menjadikan kepentingan rakyat sebagai prioritas utama dalam setiap kebijakan yang dikeluarkan.
Kampung Batik Klampar, Pamekasan
Rabu, 2 Maret 2022
22.14 WIB