Pamekasan — Pada Oktober 2020, seorang pengusaha bernama Rudy Darmanto membeli tanah seluas 1.402 meter persegi Rp2,3 miliar.
Tanah tersebut dibeli Rudy kepada seorang perempuan bernama Suliha, warga Dusun Asemmanis, Desa Larangan Tokol.
Namun pada 2021, ditemukan fakta bahwa dokumen-dokumen prasyarat kepemilikan tanah bernama Suliha yang terbit pada Juli 2020 tersebut palsu.
Pengadilan Negeri (PN) sudah memutuskan enam orang bersalah telah memalsukan dokumen-dokumen prapembuatan sertifikat.
Mulai dari pemalsuan nama, stempel dan tanda tangan Kepala Desa Larangan Tokol. Satu di antara enam orang tersebut bernama Munawir Efendi. Dia divonis sepuluh bulan penjara.
Lima sisanya adalah pegawai Badan Pertanahan Nasional (BPN) Pamekasan. Satu di antaranya divonis bebas dan sisanya masih menunggu hasil putusan.
Meskipun PN Pamekasan sudah memutuskan bahwa dokumen pembuatan sertifikat atas nama Suliha tersebut palsu, PN tetap mengesahkan jual beli tanah dari Suliha ke Rudy Darmanto.
Pada 3 November 2022, PN memutuskan bahwa tanah tersebut kembali ke tangan Rudy Darmanto. Bukan ke pemilik asal yang bernama Ismail sesuai dokumen Bernomor 476 Tahun 1999 dari Badan Pertanahan Nasional (BPN)
Humas PN Pamekasan Saiful Brow mengatakan, bahwa tidak ada istilah sertifikat palsu. “Intinya, penggugat (Rudy Darmanto, red) bisa membuktikan dalilnya,” ungkapnya, Senin (21/11/2022).
Brow menambahkan, bahwa penggugat mendalilkan bahwa telah membeli dari pemilik tanah yang sah.
“Karena beli dari pemilik yang sah, Suliha, maka sertifikat yang bernomor 476 dikembalikan milik dia, karena itu sertifikat yang telah sah,” paparnya.
Sementara itu, keluarga pihak Ismail, Arif Sukamto menerangkan, bahwa pembuatan sertifikat tanah yang kemudian bernama Suliha itu sudah jelas menyalahi aturan.
“Semua dipalsu, kepala desa, stempelnya, dan yang memalsu, Munawir, sudah divonis 10 bulan pidana,” terangnya.
Dia meminta keadilan. Tanah yang dibeli Rudy Darmanto ini kembali ke pemilik asal bernama Ismail, suami dari Suliha. Sebab, sertifikat Bernomor 476 Tahun 1999 atas nama Ismail.
“Kenapa hakim memutus begitu, mestinya, kan, tanah itu kembali ke Ismail, kenapa putusan kembali ke Rudy selaku pembeli,” tanya Arif.
Dia mengaku tengah melakukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya atas putusan PN Pamekasan tertanggal 3 November 2022 lalu.
“Saya juga sudah mengirim surat ke Menko Polhukam karena putusan pengadilan tidak adil,” pungkasnya. (*/ky)