Dua Wisata Pamekasan Mati di Tangan Kusairi, Asprim Sebut Efek Tak Ada Inovasi!

Media Jatim
Pantai Jumiang
(M. Arif/Media Jatim) Kondisi tempat berjualan di Pantai Jumiang akhir 2023 lalu.

Pamekasan, mediajatim.com — Ekowisata Mangrove di Desa Lembung, Kecamatan Galis dan Pantai Jumiang di Desa Tanjung, Kecamatan Pademawu, pernah menjadi destinasi populer di Pamekasan.

Namun, dua tahun terakhir, dua wisata milik Pemerintah Kabupaten Pamekasan ini perlahan rusak hingga puncaknya pada 2023.

Pada 2023, Ekowisata Mangrove tidak lagi dikunjungi banyak wisatawan. Faktor utamanya, jembatan kayu yang membentang ke arah tengah laut banyak yang rusak; patah berlubang dan mengancam kaki wisatawan.

Hasil liputan mediajatim.com pada 19 September 2023, jembatan kayu mangrove sempat ditutup karena membahayakan. Bahkan yang cukup miris, pengunjung wisata ini hanya beberapa orang per hari.

Pengelola wisata, Slaman, menyebut bahwa hasil karcis masuk wisata hanya belasan ribu. Di sisi lain, Dinas Kepemudaan Olahraga dan Pariwisata (Disporapar) tidak berpihak kepada pengembangan wisata dari sisi anggaran.

“Kami diberi anggaran Rp10 juta untuk perbaikan track kayu dan parkir yang rusak parah tahun 2023,” kata Slaman sebagaimana dimuat mediajatim.com, Senin (18/9/2023).

Selain soal anggaran, Slaman menyebut bahwa Disporapar tidak benar-benar berpihak dari sisi emosional karena jarang turun melihat kondisi wisata secara langsung.

Lain lagi dengan Pantai Jumiang. Wisata yang sempat menjadi rujukan mahasiswa baru pendatang ke Pamekasan itu ditutup total alias tidak beroperasi menerima wisatawan.

Baca Juga:  Peringati HGN 2023, SMK Kesehatan Nusantara Pamekasan Beri Penghargaan Dua Guru Favorit Pilihan Siswa

Wisata ini tidak terurus sejak dua tahun terakhir. Fasilitas hampir di seluruh spot rusak. Toilet tidak berfungsi. Kondisinya pun kumuh dan mengecewakan mata pengunjung.

Salah seorang pengunjung asal Desa Panglegur, Kecamatan Tlanakan, M. Ilham Wahyudi, mengaku kecewa saat berkunjung ke Destinasi Pantai Jumiang.

“Saya kira fasilitasnya sudah bagus di awal, namun malah rusak sebab tidak dirawat, kan mubazir sudah dibuat lengkap bagus, malah terbengkalai,” ungkapnya, Senin (15/1/2024).

Ilham mengaku pernah ingin membuang air kecil saat berkunjung ke Pantai Jumiang, namun, toiletnya tidak berfungsi.

“Saya juga melihat tangga menuju ke bawah di sisi selatan juga membahayakan, kayunya banyak lapuk, jika ada yang memaksa turun pakai itu kemungkinan besar akan jatuh,” bebernya.

Kepala Disporapar Pamekasan Kusairi mengakui perbaikan fasilitas wisata pelat merah di Pamekasan kurang dan jauh dari maksimal.

“Kami memang keterbatasan anggaran untuk pemeliharaan wisata, tidak ada yang lain,” ungkapnya kepada mediajatim.com, Selasa (16/1/2024).

Meski ada perbaikan, kata Kusairi, pihaknya mungkin hanya bisa memperbaiki dalam skala kecil saja.

Baca Juga:  Target 15 Ribu KTP Sebelum Pilkada, Dispendukcapil Pamekasan Rekam Data Warga Meski Usia 16 Tahun

“Kami berencana akan mengenakan tarif parkir wisata untuk meningkatkan Pendapat Asli Daerah (PAD) melalui Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis),” tuturnya.

Ketua Asosiasi Pariwisata Madura (Asprim) Achmad Vicky Faisal menilai bahwa Disporapar Pamekasan kurang aktif turun dan tidak memiliki ide dan inovasi.

“Pamekasan ini stagnan,” terangnya kepada mediajatim.com, Rabu (17/1/2024).

Dia mengatakan, pengelolaan wisata itu harus diriingi inovasi tahunan. “Kalau gak bisa garap inovasinya, habis, saya menilai Pamekasan ini sebenarnya potensial. Lembung ini kan mati sekarang, di Jumiang juga mati yang atas,” paparnya.

Dia mengatakan, kalau perencanaan wisata jalan, maka destinasi akan pasti hidup. “Di Sampang ada peningkatan, dinasnya bergerak, Sumenep penuh inovasi, Pak Bupatinya promosi, Pamekasan ini jalan di tempat, gak ada pergerakan,” jelasnya.

Vicky mengatakan, tidak adanya anggaran itu tidak bisa menjadi penghambat. “Misal, di Sampang nih, gak tinggal diam meski sama-sama gak ada anggaran, dinasnya bergerak, cari kolaborasi ke dinas lain ke instansi lain,” bebernya.

Sebab itu, Vicky menegaskan, bahwa wisata itu bukan soal anggaran, tetapi, soal inovasi dan keberpihakan ide dan gagasan. “Soal bagaimana mengkreasikannya,” pungkasnya.(rif/ky)

Respon (1)

  1. Pengelola tidak profesional hanya buang buang anggaran. Yang dicari ada kucuran anggaran perbaikan melulu..
    Kualitas bangunan juga ecek ecek

Komentar ditutup.