Pamekasan, mediajatim.com — Sejumlah pegiat seni di Kabupaten Pamekasan mengeluhkan model perizinan kegiatan panggung hiburan.
Pasalnya, izin kegiatan hiburan di Pamekasan dibatasi Fatwa MUI nomor 01/FATWA/MUI/PMK/II/2006. Fatwa ini kemudian ditegaskan kembali menjadi 11 poin Tausiah MUI Kabupaten Pamekasan Tahun 2017.
Berikut 11 poin tausiah MUI:
1. Hiburan siang hari tidak sampai mengabaikan waktu salat.
2. Hiburan malam hari tidak sampai mengabaikan waktu salat dan maksimal sampai pukul 22.00 WIB.
3. Penonton laki-laki dan perempuan harus dipisah.
4. Hiburan bersifat mendidik atau edukatif.
5. Alat musik harus tenang, tidak ingar bingar, tidak bersifat hura-hura.
6. Lirik atau syair lagu harus sopan, tidak bersifat kesyirikan, kemaksiatan dan fitnah.
7. Penyanyi harus berpakaian sopan dan menutup aurat.
8. Penyanyi perempuan dewasa hanya bisa ditonton oleh penonton perempuan.
9. Penyanyi perempuan untuk umum tidak melebihi dari 12 tahun.
10. Gerak tubuh dan tarian tidak membangkitkan nafsu birahi penonton.
11. Pentas hiburan tidak dijadikan ajang kemaksiatan, perjudian, mabuk-mabukan, perzinahan, dan lain sebagainya.
Ketua Aliansi Keyboardist Pamekasan Andy Subhan mengatakan bahwa tausiah MUI telah mendiskriminasi dan membatasi kreasi dan panggung seni hiburan.
“Saya seperti dibatasi dan tidak bisa berkreasi lebih di Pamekasan, hal ini juga menjadi keluhan musisi lainnya,” ungkapnya kepada awak media, Jumat (7/6/2024).
Andy juga menyebutkan, bahwa selama ini, tidak sedikit kegiatan yang diselingi hiburan terpaksa harus ditiadakan dan diganti hiburan yang berembel-embel lebih islami.
“Dan salah satu poin yang sangat aneh yaitu ketentuan nomor lima (di tausiah MUI, red) yakni musik itu tidak boleh ingar bingar, harus sunyi dan senyap. Saya pikir tidak ada musik yang seperti itu,” paparnya.
Kemudian poin 9, tambah Andy, penyanyi perempuan untuk umum tidak melebihi umur 12 tahun.
“Kami tidak keberatan jika penyanyi perempuan berbusana muslim, namun ketentuan lainnya, saya kira tidak masuk akal,” imbuhnya.
Andy juga menceritakan, bahwa dirinya pernah akan mengadakan hiburan di Pantai Jumiang namun malah dibatalkan H-1 acara pelaksanaan.
“Ternyata tidak dibolehkan atas instruksi Polres Pamekasan, dan anehnya harus diganti banjari. Maka dari itu, kami ingin duduk bareng dengan MUI, apa alasannya memberikan imbauan tersebut,” sambungnya.
Terpisah, pegiat seni dan budaya Pamekasan Marsiono juga merasa dibatasi dengan tausiah MUI dalam penyelenggaraan kegiatan kesenian.
“Aturan pembatasan penonton laki-laki dan perempuan itu tidak bisa dilaksanakan jika membeludak, jika diatur, mohon maaf, itu risikonya ke kami,” jelasnya, Jumat (7/6/2024).
Dia juga menyebut bahwa imbauan penyanyi perempuan dewasa yang tidak boleh ditonton laki-laki itu tidak masuk akal sebab di hajatan warga itu yang diundang semua jenis kelamin.
“Lalu imbauan agar gerak tubuh penyanyi tidak mengundang birahi, mohon maaf, itu gerak tubuh seperti apa? Sebab semuanya kembali ke pikiran masing-masing,” tukasnya.
Polemik Izin Hiburan Kembali Muncul setelah Winda KDI Gagal Manggung
Kontroversi perizinan hiburan kembali terjadi saat Winda KDI gagal manggung di acara KPU Pamekasan, Sabtu (8/6/2024) malam.
Sebagaimana diberitakan mediajatim.com sebelumnya, gagalnya Winda manggung lantaran ditegur melalui surat imbauan oleh Aliansi Ulama Madura (AUMA).
Sebagaimana diketahui, Winda KDI merupakan putri daerah Pamekasan jebolan Kontes Dangdut Indonesia (KDI) 2023.
Artis dangdut asal Desa Pamaroh, Kecamatan Kadur ini selalu tampil berhijab. Acara yang dihelat KPU Pamekasan pun berkonsep islami.
Gagalnya Winda manggung viral di sejumlah platform media sosial, termasuk di tiktok. Sejumlah netizen heran atas gagalnya Winda manggung di acara KPU.
“Intinya rancu Pamekasan hari ini, Winda orang Pamekasan, berbaju sopan seperti itu masih dibatalkan,” kata akun tiktok @ludywijaya_17 di unggahan Tiktok @pamekasanvirall, Senin (10/6/2024).
Sementara Winda sendiri mengaku heran agenda manggungnya ditegur AUMA. Sebab, konsep acaranya sudah islami.
“Saya pengen silaturahmi ke AUMA agar jelas maksudnya bagaimana, dan agar tidak terjadi simpang siur pemikiran masyarakat terhadap AUMA dan kesenian,” jelas Winda kepada mediajatim.com, Minggu (9/6/2024).
Polres Pamekasan Mengaku Patuhi Kesepakatan Forkopimda
Dimintai tanggapan berkaitan dengan hal itu, Kasat Intelkam Polres Pamekasan AKP Sumarto melalui Kepala Urusan Layanan Administrasi (Kaur Yanmin) Aiptu Karya Setyawan mengklaim bahwa semua permohonan kegiatan sudah diizinkan.
“Tidak ada permohonan izin kegiatan yang ditolak, semua diizinkan, namun jika ada hiburannya maka harus disesuaikan dengan imbauan MUI,” ungkapnya kepada mediajatim.com, Senin (10/6/2024).
Kata Wawan, ketentuan penyelenggaraan kegiatan yang harus disesuaikan imbauan MUI itu merupakan hasil dari kesepakatan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) April 2024.
“Tausiah itu imbauan dari MUI yang disesuaikan dengan kearifan lokal masyarakat Pamekasan, dan kalau kegiatan itu berpotensi menimbulkan pro dan kontra maka dilaksanakan rapat koordinasi dengan mengundang semua pihak,” jelasnya.
MUI Pamekasan Sebut Tausiah karena Ulama Resah
Ketua MUI Pamekasan KH. Ali Rahbini menuturkan bahwa tausiah itu dilatarbelakangi keresahan ulama dan tokoh masyarakat terkait hiburan.
“Makanya muncul imbauan pembatasan umur penyanyi, tempat pelaksanaan, waktu, serta busana yang dikenakan,” ungkap Kiai Rahbini, Selasa (11/6/2024).
Tausiah tersebut, lanjut Kia Rahbini, sudah berdasarkan nilai-nilai agama dan kearifan lokal Pamekasan yang dikenal dengan sebutan Gerbang Salam.
“Tausiah itu sudah disepakati oleh Forkopimda beberapa waktu lalu, dan menjadi aturan yang harus disepakati oleh penyelenggara,” ujarnya.
Sementara hiburan seperti orkes dibolehkan namun dengan syarat penyanyi harus laki-laki menutup aurat dan dipisah penonton laki-laki dan perempuan.
“Kami tidak membatasi hiburan dan pelakunya dalam berkreasi, apalagi sampai mendiskriminasi, namun memang harus ada penyesuaian agar sesuai dengan norma agama dan kearifan lokal,” tutupnya.(rif/ky)