Inilah Rahasia Sukses Kusyairi Raih Juara 1 Dosen Teladan

Media Jatim

MediaJatim.com, Pamekasan – Baru menginjak usia 32 tahun, tapi ragam prestasi akademik cukup mewarnai kehidupannya. Itulah Kusyairi, dosen enerjik Universitas Madura yang baru saja meraih juara 1 BEM Award Kategori Dosen Teladan dan Teraktif.

Penghargaan tersebut diterima oleh Kusyairi di mimbar kehormatan kampus Universitas Madura, Rabu (10/1). Dirinya mampu bersaing ketat dengan semua dosen senior dan yunior yang ber-NIDN di lingkungan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Madura.

Kriteria BEM Award terbilang cukup berat. Sebab, seorang dosen yang terpilih harus memenuhi 4 hal. Pertama, harus disiplin waktu dan disiplin berpakaian; harus selalu punya inovasi, terutama berkaitan dengan materi perkuliahan, harus menciptakan suasana keakraban dengan semua unsur, dan harus kreatif.

Kendati cukup berat, Kusyairi tampak berhasil memenuhi keempat kriteria untuk meraih juara 1 dosen teladan. Dia mampu merengkuh nilai tertinggi dari polling yang melibatkan semua mahasiswa Universitas Madura, mulai dari semester 1, 3, 5, dan semester 7.

FANTASTIK: Kusyairi, M.Pd saat menerima penghargaan BEM Award katagori dosen teladan dan terfavorit di lingkungan civitas akademika Universitas Madura.

Apa rahasia sukses Kusyairi, M.Pd terpilih sebagai dosen teladan dan dosen terfavorit?

“Sebenarnya tidak ada rahasia khusus, saya hanya mencoba serta selalu mengajak mahasiswa untuk selalu disiplin, selalu inovatif, selalu berkreasi, selalu merasa senang mengikuti perkuliahan dan kajian-kajian yang berkaitan dengan materi kuliah dan juga yang berkaitan dengan kehidupan sosial,” ungkap Kusyairi saat diinterview, Kamis (11/1) pagi.

Baca Juga:  Abah Junaedi, Sosok Populer yang Rendah Hati

Kendati demikian, ada tiga kebiasaan positif yang dihadirkan Kusyairi ketika di dalam kelas, Pertama, dia menekankan agar mahasiswa tidak boleh datang terlambat. Apabila terlambat sampai 10 menit, maka pintu kelas olehnya dikunci, sehingga mahasiswa yang terlambat sudah tidak bisa mengikuti perkuliahan.

Kedua, saat mata kuliah berlangsung, pihaknya selalu melarang mahasiswa untuk memegang handphone, karena dirinya tidak mau anak didiknya terganggu gara-gara menerima telepon, sms, WA, dan sejenisnya. Secara otomatis sebagai dosen, Kusyairi memberikan contoh untuk tidak pegang handphone. Konsekuensinya, kalau sampai ada handphone yang berbunyi, maka mahasiswa wajib keluar dan pulang.

Ketiga, dirinya paling tidak suka terhadap mahasiswa yang istilah bahasa Maduranya “nyelettuk”. Sehingga pada saat mata kuliah berlangsung, tidak ada satu pun mahasiswa yang berani untuk bicara sembarangan. Di sini Kusyairi menanamkan tatakrama adat ketimuran.

“Ketiga hal tersebut mungkin yang menjadi inspirasi terhadap seluruh mahasiswa FKIP, utamanya mahasiswa Bahasa Indonesia, memilih saya sebagai Dosen Teladan dan Dosen Terfavorit,” tegasnya.

Saat terpilih sebagai dosen teladan, Kusyairi mengaku kaget saat dipanggil ke atas panggung. Dirinya tidak percaya karena selama ini merasa banyak yang lebih pantas darinya untuk menyandang predikat teladan dan terfavorit.

“Ini tugas dan tanggung jawab yang sangat berat buat saya. Karena itu, pilihan objektif mahasiswa itu menuntut adanya peningkatan kualitas profesi saya sebagai seorang Dosen. Saya akan apresiasi penghargaan ini dengan lebih semangat, lebih aktif, dan harus selalu rendah hati,” tuturnya.

Baca Juga:  Dukung Kemajuan IAIN Madura, BRI Pamekasan Serahkan TJSL Berupa Kendaraan Penunjang Pendidikan

Bagi Dewan Penasehat GP Ansor Kadur tersebut, tidak selamanya kondisi kehidupan manusia berjalan sesuai dengan semua yang diinginkannya. Hal itu berkaitan dengan pendidikan; harus punya format untuk mencapai tujuan pendidikan itu sendiri.

“Sebagai dosen, saya akan berusaha menjadi manusia yang bermutu, baik dalam kepribadian dan kerohanian. Baru kemudian bisa dipastikan saya sebagai dosen akan mampu membawa perubahan kemajuan dalam dunia pendidikan,” tegasnya penuh optimistis.

Kita sebagai manusia, ungkap Kusyairi, harus belajar mati sebelum kita mati, belajar hidup sebelum hidup yang sesungguhnya, belajar memberi harga sebelum kita dihargai.

“Tapi ingat, jangan bermimpi menjadi orang yang mulia tanpa dengan cara yang mulia,” tukasnya.

Terpisah, Presiden Mahasiswa (Presma) Universitas Madura, Sulaiman, mengucapkan selamat atas prestasi yang diraih Kusyairi. Dirinya berharap, dengan adanya BEM Award, nanti ada peningkatan mutu dan kualitas para dosen di lingkungan civitas akademika Universitas Madura.

“Bagi yang belum juara, semoga terlecut semangatnya untuk menjadi lebih baik lagi. Sehingga, pada BEM Award berikutnya, bisa terpilih sebagai yang terbaik,” tukas Sulaiman.

Reporter: Fathorrahman

Redaktur: Sule Sulaiman