Peran Kaum Milenial Dalam Mewujudkan Pemilu Damai dan Berintegritas

Media Jatim

Oleh: Dr. H. Mas’ud, M.Pd.I

Agenda politik lima tahunan sebentar lagi akan digelar secara bersamaan baik antara pemilu presiden, pemilu legislatif, dan DPD tanggal 17 April 2019 mendatang. Ini sejarah baru bagi masyarakat Indonesia dalam mengikuti pemilu secara bersamaan. Dengan pemilu bersama, KPU RI dan pemerintah menargetkan adanya efeiseinsi waktu termasuk juga penggunaan anggaran di dalamnya. Dengan pemilu bersama, masyarakat cukup datang sekali saja ke masing-masing TPS untuk memilih lima kandidat (calon) baik pada lembar kertas calon eksekutif dan legislatif dalam kertas yang berbeda. Lembar kertas yang disediakan oleh KPU RI, pertama yaitu kertas untuk gambar calon presiden dan wakilnya, kedua kertas untuk calon Anggota DPR RI, ketiga kertas untuk calon anggota DPD, ke empat kertas untuk calon DPRD I (provensi) dan kertas kelima yaitu untuk calon anggota DRD II (kabupaten dan kota). Dengan pola demikian substansi pemilu dapat dilaksanakan dalam bentuk apapun,namun kualitas pemilu yang harus diperhatikan.

Karenanya sisi lain dari pemilu bersama ini jelas-jelas akan dapat menimbulkan kebingungan masyarakat terutama mereka yang masih awam dengan dunia politik ditambah lagi dengan kondisi masyarakat yang masih tidak bisa baca tulis. Dengan demikian untuk mewujudkan sukses pemilu memerlukan kerja keras dari semua elemen masyarakat terutama pihak penyelenggara baik KPU dan Bawaslu di semua tingkatan meningkatkan sosialisasinya kepada masyarakat terutama mereka yang berada di pelosok-pelosok desa (kampung). Atau menggandeng ormas-ormas keagamaan yang memiliki basis kultur dan struktur hingga diberbagai pelosok negeri bersama-bersama mewujudkan pemilu yang damai dan berintegritas. Sosialisasi ini dimaksudkan agar mereka memahami hakikat pemilu atau tujuan dari penyelenggaraan pemilu. Sisi lain, kegiatan sosialisasi dimaksudkan untuk memberi pemahaman akan pentingnya mengenal calon sehingga bagi masyarakat yang memiiki hak pilih sehingga output dari pemilu ini melahirkan pemimpin-pemimpin yang memiliki komitmen tinggi membela dan memperjuangkan kepentingan-kepentingan masyarakat. Karenanya pemilu yang berintegritas, dapat diwujudkan dengan adanya kesadaran dan partisipasi masyarakat.

Bersamaan dengan hal ihwal kepemiluan, kini Indonesia memasuki era digitalisasi di mana setiap orang (masyarakat Indonesia) dapat dipastikan memiliki alat komunikasi elektronik. Lain lagi dengan mereka yang selalu aktif menggunakan media sosial sebagai sarana berkomunikasi dan berkirim pesan untuk kepentingan sehari-harinya. Hal ini menjadi kesempatan bagi penyelenggara pemilu dan pemerintah melibatkan mereka ikut serta mensosialisasikan agenda-agenda politik terutama terkait dengan pemilu yang akan datang. Penulis berharap segmen ini dapat dimanfaatkan oleh KPU dan Bawaslu diajak untuk melakukan sosialisasi terkait dengan pemilu dan pentingnya memilih calon yang memiliki integritas dan kepeduliannya kepada masyarakat. Karena untuk mewujudkan pemilu yang berintegritas dan bermartabat masyarakat harus terlibat secara aktif termasuk yang tidak boleh ketinggalan adalah generasi milenial. Istilah milenial adalah gambaran sekolompok pemuda yang memiliki kecendrungan labilitas, apatisitas dan emosionalitas. Dibilang labilitas, karena seringkali mereka memandang bahwa pemilu tidak memiliki kohesi (keterkaitan) dengan aktifitas sehari-harinya. Dibilang apatisitas, karena juga mereka menganggap bahwa pemilu ke pemilu dianggap tidak merepresentasi keterwakilan dari apa yang mereka inginkan sehingga mereka enggan untuk terlibat dalam aktifitas kepemiluan (baca: golput). Dan sikap emosionalitas, karena kelompok ini memiliki kecendrungan melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Termasuk kelompok yang sering memaksakan dirinya melakukan apa saja yang menjadi keinginannya. Saatnya kita memandang mereka sebagai bagian yang harus dilibatkan dalam berbagai proses politik yaitu mengambil keputusan dengan cara berdemokrasi. Karena demokrasi bukan milik segelintir orang, melainkan hajat dan kebutuhan bersama. Lebih-lebih mereka sebagai pemilih pemula harus lebih diberdayakan.

Baca Juga:  RBT, Santri yang Ta'dzim

Partisipasi Kaum Milenial Dalam Politik

Keberadaan tidak dapat ditampik sebagai bagian dari proses berdemokrasi di tanah air. Segmen pemilih dari kalangan milenial diharapkan memberi kontribusi dan partisipasi guna mendorong pemilu yang akan datang penuh integritas dan melahirkan pemilu yang damai. Posisi kaum melenial sangat diperhitungkan pada tahun politik sekarang ini karena jumlahnya yang cukup signifikan dan kesehariannya yang selalu update dengan tekhnologi dan ramah dengan media sosial. Mereka tentu menjadi bagian penentu dari kemajuan dan keberhasilan demokrasi, baik untuk pemilu eksekutif (presiden dan wakilnya) dan pemilu legislatif dari semua tingkatan. Berdasarkan data yang dirilis oleh KPU RI, segmen kaum mellinial mencapai angka 70-80 juta jiwa (yang memiliki hak pilih) dari total penduduk yang memiliki hak pilih yaitu 193 juta pemilih di seluruh Indonesia. Artinya antara 35-40 % posisi kaum milenial memiliki pengaruh besar untuk menentukan pemilu yang berkualitas dan berintegritas disamping arah dukungannya akan menentukan siapa yang memenangi pemilu.

Dalam hal ini partisipasi politik generasi mellinial tentu sangat substansial karena dari persentasi jumlah, kelompok ini amat signifikan dalam menyumbang suara dalam kontestasi politik (pemilu) 17 April yang akan datang. Keberadaannya yang cukup signifikan banyak dilirik oleh beberapa calon baik untuk pemilu presiden dan pemilu legislatif. Pendekatan kepada generasi milenial bisa dapat kita lihat dari tagline pemberitaan baik melalui media cetak atau media sosial. Kelompok ini diharapkan dapat mewujudkan pemilu yang akan datang dengan pemilu yang berintegritas. Sebagai ukuran bahwa pemilu ini berintegritas, diantaranya; pertama, adanya partisipasi masyarakat cukup tinggi termasuk keterlibatan generasi milenial-nya. Kedua, calon-calon yang dipilihnya memiliki rekam jejak yang baik tidak terlibat dalam pusaran kasus korupsi dan tindakan kriminal lainnya. Ketiga, minimalisirnya praktek money politic. Selama praktik meraup suara dengan money politic, maka jangan diharapkan pemilu kali ini menghasilkan calon-calon pemimpin berkualitas dan berintegritas.

Baca Juga:  Reformasi, KKN dan Degradasi Moral

Itulah gambaran idealitas sebuah pemilu, dan harapan-harapan di atas dapat disinergikan bersama-sama melalui berbagai komponen masyarakat, baik dari kelompok elit hingga kaum alit. Karena pemilu bukanlah kepentingan seorang calon saja untuk sekedar berkuasa dan menguasai, namun pemilu merupakan sarana manifestasi (mewujudkan) kemakmuran dan ketentraman bersama. Dalam bahasa agama islam disebut dengan “baldatun tayyibatun wa rabbun ghafur”.

Sikap Politik Kaum Milenial

Laporan dari berbagai lembaga riset terutama di pemilu yang lalu menunjukkan bahwa pemilih pemuda didominasi swing voters (pemilih galau) dan apathetic voters (pemilih cuek). Pelibatan mereka dalam agenda-agenda politik nasioal dan daerah menjadi sangat dibutuhkan untuk menghindari sikap apatis dan sikap cuek tersebut. Kenapa harus melibatkan mereka, karena angkanya (jumlah) generasi ini cukup siginifikan untuk menentukan output demokrasi yang akan kita langsungakan pada 17 April 2019 mendatang.

Tidak sekedar karena jumlahnya yang lumayan besar (yaitu 40 %) dari jumlah pemilih keseluruhan, akan tetapi generasi milenial memiliki kelebihan dibanding dengan pemilih lainnya, diantaranya mereka tergolong melek informasi dan selalu terkoneksi dengan jejaring dengan media social, dan digital yang selalu terkoneksi dengan internet merupakan salah satu mendasar yang membedakan generasi X (35-55 tahun) maupun generasi baby moomer (yang usianya 55 tahun ke atas) dibandingkan dengan generasi milenial yang usianya 17 hingga 35 tahun. Karenanya, media sosial yang kini menjadi salah satu mesin politik dipandang efektif melakukan propaganda politik maupun penetrasi isu dalam kerangka mewujudkan demokrasi yang sehat dan bermartabat.

Pada titik inilah, memanfaatkan potensi yang dimiliki oleh generasi milenial tidak hanya memiliki sisi strategis secara kuantitas, namun juga amat penting untuk mendongkrak elektoral calon dengan tetap menjaga nilai-nilai demokrasi. Oleh karena itu, pada tanggal 17 April mendatang, kaum milenial dalam meghadapi pemilu sangat dinantikan dan menjadi salah satu faktor penentu dalam kesuksesan pemilu. Banyak cara yang dapat dilakukan oleh kelompok ini, yaitu dengan memanfaatkan media sosial untuk berkirim pesan atau sifat mengajak untuk terlibat dalam proses politik yaitu datang ke masing-masing TPS dengan menyalurkan hak politiknya. Pada saat yang bersamaan diperlukan literasi media yang massif guna memberikan edukasi kepada masyarakat melalui cara-cara yang kreatif dan inovatif agar masyarakat bijak menggunakan media soaial dan terhindar dari berita-berita hoaks dan ujaran kebencian.

Dengan demikian, pemilu yang damai dan berintegritas akan terwujudkan dengan adanya partisipasi aktif semua komponen masyarakat termasuk di dalamnya yaitu kaum milenial di pemilu yang akan datang. Wallahu ‘alam.

*) Penulis adalah pemerhati sosial dan politik yang tinggal di Kabupaten Bondowoso Jawa Timur. Aktivitas sehari-hari yaitu sebagai Dosen IAIN Jember dan menjabat pengurus NU Kabupaten Bondowoso.