MSFC DISPLAY WEB

Oknum Dispendik Situbondo Diduga Kuat Jadi Dalang Penyerobotan Lahan Hutan di Alas Tengah

Media Jatim

MediaJatim.com, Situbondo  – Terbongkarnya kasus ratusan hektar kawasan hutan lindung milik negara yang telah berubah status kepemilikan menjadi milik perorangan sejak diikutsertakan pada Program Nasional Agraria (Prona) di tahun 2015 – 2017 oleh oknum yang tidak bertanggung jawab membuat Program Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL)  di Alas Tengah, Kecamatan Sumber Malang, Kabupaten Situbondo gagal total, kini mulai mengerut ke sejumlah nama.

Pengalihan lahan nanah negara yang masuk kawasan Hutan Lindung dan Hutan Produksi dan dijadikan objek Program Nasional Agraria (Prona) Tahun 2015-2017 di Tiga (3) Dusun Kocapeh, Dusun Krajan dan Dusun Plampang, Desa Alastengah, Kecamatan Sumbermalang, Kabupaten Situbondo, diduga kuat melibatkan beberapa tokoh “Markus” di Kabupaten Situbondo.  Tak terkecuali tokoh desa yang mana masih tercatat sebagai pegawai negeri sipil (PNS) di Dinas Pendidikan Kabupaten Situbondo yang pernah menjadi ketua Panitia Prona kala itu.

Menurut Ketua Umum LSM Siti Jenar Eko Febrianto, harusnya Ketua Panitia Prona memperhatikan secara detail dan tidak gampang melakukan sertifikasi tanah tanpa adanya berkas yang lengkap.

“Tanah ratusan hektar itu masih dalam status bersengketa, apalagi itu kawasan Hutan Lindung. Harusnya panitia itu detail mendalami data-data penunjang seperti dokumen-dokumen
peserta prona mulai dari Kartu Keluarga (KK), Kartu Tanda Penduduk (KTP), Letter C, Akta Jual-Beli, Akta Hibah, atau Berita Acara Kesaksian, Tanda batas tanah yang terpasang dan sudah disetujui pemilik tanah yang berbatasan (tetangga kanan-kiri, depan-belakang).

Bukti setor Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Pajak Penghasilan (PPh). kalau perlu SPPT-nya,” jelas Ketum LSM Siti Jenar, Senin (27/4/2020).

Pada tahap pengajuan, panitia Prona seharusnya melakukan kroscek riwayat kepemilikan tanah, seperti pemilik sebelumnya, dasar kepemilikan (hibah, warisan atau jual beli), dan riwayat pajak (BPHTB dan PPh). Lalu melakukan pengukuran dan meneliti batas-batas kepemilikan lahan. Selain itu, pemohon harus dapat menunjukkan letak, bentuk bidang, luas tanah, serta batas bidang tanah. Pengukuran lahan juga memerlukan persetujuan dari pemilik tanah yang berbatasan seperti yang diatur dalam Kepmendagri No. 189 Tahun 1981 tentang Proyek Operasi Nasional Agraria.

Baca Juga:  Ini Nama 8 Kepala Dinas Pamekasan yang Baru, Dilantik di Depan Eskavator Pasar Kolpajung

“Kalau perlu panitia melakuan sidang yang mana petugas akan meneliti data yuridis serta melakukan pemeriksaan lapangan. Petugas yang terdiri dari tiga orang anggota BPN dan satu orang petugas juga akan mencatat sanggahan, kesimpulan, dan meminta keterangan tambahan. Ini kalau kita bicara mekanisme yang harusnya panitia lakukan. Bukan ngasal seperti kasus yang di desa alas tengah ini saya kira gak tau lagi kalau mereka sudah sengaja melakukan kejahatan yang terstruktur masif dan sudah tersistematis padahal Pada prinsifnya lahan Perhutani adalah milik negara yang tidak bisa dimiliki siapapun,” tegas Eko.

Katanya, belum lagi apabila kita kupas tuntas kacaunya Prona di Alas Tengah itu dari sisi Pungli nya. Panitia diduga menarik pungutan liar sebesar 600 – 650 ribu rupiah untuk tanah yang tidak bersengketa. Itu jelas melanggar aturan sebagaimana diatur dalam Pasal 11 dan 12 huruf E Undang-Undang (UU) Nomor: 31 Tahun 1990 Juncto UU Nomor: 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

“Kami lengkap kok video pengakuan puluhan warga yang juga keberatan dengan pungutan tersebut kala program itu bergulir. Saya tahu semua peran para pemainnya mulai dari oknum kades berinisial S, Ketua Panitia Prona yang juga oknum Sispendik Situbondo berinisial BH dan para yang memback-up yang terdiri dari beberapa Markus ternama di Kabupaten Situbondo ini. Jadi gak perlu banyak beretorika dengan pembenarannya, saya pun hanya bisa ketawa dengan kelakuan culas mereka,” kata bapak tiga anak itu.

Banner Iklan Media Jatim

Di lain sisi, menurut Kepala Humas Divisi Regional Perhutani Jawa Timur H Munir menyatakan data batas wilayah dan bukti kepemilikan kawasan Hutan Lindung milik negara ini tercatat lengkap dan saat ini ada di Biro Ren.

Baca Juga:  Tiga PR GP Ansor di Ambunten Bangun Sekretariat Bersama

“Pihak Perhutani tak lama ini akan melakukan langkah langkah tegas terkait penyerobotan ini. Kami sudah siapkan tim untuk melokalisir kawasan dan upaya langkah hukum lanjutan terkait hal ini,” ungkapnya melalui via Telepon.

Eko kembali berkomentar, ini tentunya dibarengi dengan berbagai bukti, fakta lapangan dan data yang benar-benar akurat. Ini juga menyangkut upaya Pemulihan Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang telah rusak.

Ia berharap alangkah baiknya pemerintah sebagai pemilik anggaran segera melakukan evaluasi dengan melibatkan Tim Independen. Tujuannya untuk membuktikan apakah program RHL tersebut layak diteruskan atau tidak. Jangan sampai miliaran uang negara menguap tanpa hasil.

“Apalagi ini program pemulihan Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang sangat penting. Jangan sampai uang negara terus keluar, tapi di satu sisi kerusakan lingkungan tidak ada perbaikan yang signifikan. Justru semakin parah karena ulah perambah hutan yang tidak bisa dihentikan oleh mereka yang diberi amanah sebagai penjaga hutan dan sungai itu,” terangnya.

Sebelumnya juga sempat diberitakan, di beberapa media kalau Program Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) yang diluncurkan pemerintah melalui Perhutani KPH Bondowoso yang meliputi 2 kabupaten yaitu Situbondo dan Bondowoso ini, diindikasi banyak kegagalan dan berpotensi besar merugikan negara dan masyarakat juga Perhutani itu sendiri. Apalagi di tambah permasalahan banyak tanah negara yang dikelola Perhutani berubah kepemilikannya menjadi milik oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. salah satu contoh gamblangnya seperti yang terjadi di Desa Alas Tengah Kecamatan Sumbermalang Kabupaten Situbondo ini, tandasnya.

Reporter: Frengky

Redaktur: Zul