Masjid Al-Umary Sukowono, Persembahan Santri untuk Sang Guru

Media Jatim

MEDIAJATIM.COM | Jember – Di kalangan NU, tradisi pengabdian dan penghormatan untuk guru, tak pernah lapuk. Prinsipnya, sekali berguru, selamnya tetap menjadi guru. Santri dan bahkan anak cucu keturunan santri itu akan tetap menghormati guru leluhurnya sampai kapanpun. Pengabdian dan penghormatan untuk sang guru tak akan lenyap tertelan waktu.

Itulah yang terjadi di Pondok Pesantren Maqnaul Ulum, Desa Sukorejo Kecamatan Sukowono Kabupaten Jember Jawa Timur. Untuk mengenang gurunya, pengasuh pesantren ini, KH Mahrus Muhith Nahrawi membangun masjid di kompleks pesantren dengan nama Masjid Al-Umary. Nama Al-Umary dinisbatkan kepada guru pendiri Pesantren Maqnaul Ulum, KH Nahrawi, yaitu Kiai Umar.

Masjid ini telah diresmikan oleh KH Misbah Umar bersamaan dengan peringatan Maulid Nabi Muhamamd SAW, Sabtu (6/11/2021).

“Dengan mengucap Bismillahirrahmanirrahim, Masjid Al-Umary saya resmikan,” ujar KH Misbah Umar sesaat sebelum menggunting pita di ‘pintu’ masjid yang tanpa pintu itu.

Baca Juga:  UIN KHAS Jember Ingin Kembangkan Islam Nusantara di Asia Tenggara

KH Misbah Umar lalu membubuhkan tanda tangannya di prasasti yang telah disediakan. Sejurus kemudain, ia memotong tumpeng. Potongan tumpeng diberikan kepada Jasuli, Pembina Ikatan Mahasiswa Maqnaul Ulum (Ikmamu). Organisasi ini adalah wadah bagi santri dan alumni Pesantren Maqnaul Ulum yang menjadi mahasiswa di perguruan tinggi manapun. Jasuli sendiri saat ini adalah Dekan Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Jember (UIJ).

Masjid tersebut dibangun tahun 1962. Peletakan batu pertamanya dilakukan oleh Kiai Umar, generasi kedua pengasuh Pesantren Raudlatul Ulum Sukowono, dan disaksikan oleh Kiai Misrai Ledokombo. Kiai Umar adalah ayahanda dari KH Misbah Umar. Saat itu, Pesantren Maqnaul Ulum masih diasuh oleh KH Nahrawi, ayahanda KH Mahrus Muhith Nahrawi.

“Masjid ini kami bangun untuk mengenang beliau, guru kami,” ucap KH Mahrus, sapaan akrabnya.

Baca Juga:  Kolaborasi dengan Fatayat NU Umbulsari, NasDem Jember ‘Semprot’ Rumah Warga

Menurut alumnus Pondok Pesantren Gontor itu, dulu Kiai Umar tidak hanya meletakkan batu pertama tapi juga menandai batas-batas ‘perluasan’ masjid dengan isyarat. Luas masjid dulu hanya 10M2 x 10M2. Dalam perkembanganya, masjid sempat direvoasi dua kali sebelum akhirnya dironasi total saat ini. Setelah direnovasi total, luasnya menjadi 18M2 x 18M2, dan diberi nama baru: Madjid Al-Umary.

“Jadi luas masjid ini sekarang persis seperti batas-batas yang telah ditandai oleh Kiai Umar tahun 1962. Yang juga saya kagum, arah kiblat masjid sudah betul, bahkan ada seorang ahli pernah mengecek validitas arah masjid ini, dan tenyata betul. Padahal dulu tidak ada alat yang akurat untuk mencari arah kiblat. Itulah (kelebihan) Kiai Umar,” pungkas KH Mahrus.

Reporter: Aryudi AR

Redaktur: Zul

Respon (2)

Komentar ditutup.