Memahami Maksud Banner Bupati Sumenep Mendukung Reaktivasi Kereta Api

Media Jatim
kereta api
(M. Arif/Media Jatim) Banner Bupati Sumenep Achmad Fauzi dan Said Abdullah mendukung reaktivasi Kereta Api Madura di Jalan Trunojoyo Kota Pamekasan.

Kapasitas diri seorang pemimpin salah satunya bisa diukur dari kemampuannya memetakan potensi masalah pada masa kini dan masa yang akan datang. Setiap potensi masalah akan direspon dengan refleksi-refleksi mendalam dan akhirnya lahir sebuah ide cemerlang.

Kemunculan banner bergambar Bupati Sumenep Achmad Fauzi mendukung reaktivasi rel kereta api–yang belakangan viral dan menjadi perbincangan publik–secara semiotik menjadi tanda keberadaan ide di baliknya.

Ide Bupati Fauzi yang ditawarkan kepada publik secara eksplisit dimaksudkan untuk mengatasi potensi masalah akses kendaraan yang tentu tidak hanya di Sumenep tetapi juga di Madura.

Banner Iklan Media Jatim

Jika Anda seorang pebisnis dengan usaha perdagangan dan setiap hari mengirim barang ke Surabaya, pasti Anda akan merasakan betapa jalan provinsi yang melintasi empat kabupaten di Madura sudah tidak memadai.

Bukan hanya ancaman macet akibat perbaikan jembatan, akses ini juga diwarnai pasar tumpah di beberapa titik lintasan dari Sumenep hingga Bangkalan.

Selain itu, peningkatan volume kendaraan pribadi dan angkutan umum dari tahun ke tahun menjadi sebuah keniscayaan dan membuat jalan provinsi ini semakin sesak dan mengancam keselamatan para pengendara.

Barangkali masih segar dalam ingatan kita, ketika beberapa waktu lalu ada desas-desus pembangunan jalan tol di mana isu tersebut telah memunculkan ekspektasi setinggi gunung warga Madura.

Baca Juga:  Sumenep Jadi Kabupaten Termiskin Ketiga se-Jatim, Aktivis Gempar Desak Kadinsos P3A Turun Jabatan

Tetapi kapan? Siapa yang akan mendanainya? Apakah empat kepala daerah di Madura mau bahu-membahu membangunnya? Kalaupun mau, berapa besaran dana sharing empat kabupaten yang harus dikumpulkan? Harus berapa kali rapat dan pertemuan untuk bersepakat?

Pasti, membutuhkan waktu tak sebentar bagi empat kepala daerah untuk mencapai kata mufakat membangun jalan Tol Madura ini, dan hal itu terbukti sampai saat ini, tak ada kepastian terkait tol ini.

Terkecuali warga Madura rela bersabar menunggu kebijakan pemerintah pusat sampai mereka punya political will dan menyediakan investor untuk mengurus pembebasan lahan, pembangunan hingga pengelolaannya tanpa membebani daerah.

Namun, seperti kita saksikan bersama, kondisi perekonomian pascapandemi Covid-19 berkata sangat tidak memungkinkan. Pemerintah pusat tidak mungkin bertaruh nyali, memaksakan diri membangun jalan Tol Madura di tengah kondisi “paceklik”.

Bupati Achmad Fauzi barangkali menyadari persoalan ini, sehingga gagasan reaktivasi rel kereta api di Madura dilontarkan ke hadapan publik. Bupati Sumenep sedang menawarkan ide. Sebuah ide realistis untuk memecahkan persoalan akses transportasi yang terjadi saat ini dan akan dihadapi masyarakat Madura pada masa mendatang. Barangkali dia juga menyadari, kelebihan ide ini dapat direalisasikan dalam tempo yang tidak terlalu lama.

Baca Juga:  Pemkab Sumenep Gelar Festival Jaran Serek 2023, Bupati Fauzi: Kuda Simbol Keberanian dan Perjuangan!

Beberapa pakar kebijakan publik menyatakan keberadaan kereta api di Madura akan menjadi solusi atas problem kemacetan jalan yang kini mulai mengganggu mobilitas perekonomian warga yang dari tahun ke tahun semakin meningkat.

Hanya saja ide cemerlang Bupati Fauzi yang disebarkan melalui banner di beberapa lokasi rupanya memicu kesalahpahaman. Tudingan pelanggaran regulasi dicari-cari tanpa memahami relevansi atas substansi peraturan daerahnya secara tepat dan utuh.

Oleh karena itu, kritik atas banner reaktivasi kereta api menjadi tidak berdasar dan terkesan hanya asal kritik menggunakan penafsiran dangkal pada level kulit atau permukaan, sebab. yang dipelototi sekadar banner an sich sebagai alat propaganda tanpa  menyelami secara obyektif ide dan pemikiran di dalamnya.

Saya kira setiap orang–apalagi aktivis dan kaum cerdik–bertanggung jawab secara moral untuk mengedukasi dan mencerdaskan kehidupan masyarakat.

Tidak ada yang melarang kritik, tetapi kritik tidak berdasar sudah barang tentu menyimpang dari nilai-nilai Undang-Undang Dasar 1945–bukan mencerdaskan kehidupan bangsa tetapi justru melakukan pengkhianatan atas konstitusi.(*)


*Ahzam Habas, putra Madura yang bermukim di Yogyakarta.