web media jatim
Brosur UIJ Sosial Media-01

Limbah Tambak Udang di Jember Cemari Pertanian Warga, 200 Ha Lahan Produktif Jadi Mandul! 

Media Jatim
Limbah
(Ahmad Deni Rofiqi/Media Jatim) Limbah tambak udang vaname milik PT Delta Guna Sukses (DGS) di Dusun Sumbersari, Desa Mayangan, Kecamatan Gumukmas, Kabupaten Jember, Jumat (28/2/2025).

Jember, mediajatim.com – Dalam beberapa tahun terakhir, warga Desa Kepanjen dan Desa Mayangan, Kecamatan Gumukmas, Kabupaten Jember mengeluhkan hasil pertaniannya yang menurun drastis.

Tidak hanya itu, sebagian petani di dua desa tersebut juga ada yang mengeluh tanamannya mati, sehingga gagal panen.

Matinya pertanian warga ini bukan karena cuaca buruk atau faktor alam lainnya, melainkan akibat limbah tambak udang vaname milik PT. Delta Guna Sukses (DGS) di Dusun Sumbersari, Desa Mayangan, Kecamatan Gumukmas, Kabupaten Jember.

Petani Desa Mayangan, Kecamatan Gumukmas, Ahmad Zaini (59) mengatakan, akibat limbah tersebut, lahan pertanian warga mati, sumur-sumur di permukiman asin dan beraroma tidak sedap.

“Limbahnya masuk ke pertanian dan permukiman. Sumur-sumur asin akhirnya dan baunya tidak enak lantaran dicemari limbah ini,” ungkapnya, Jumat (28/2/2025).

Zaini dan warga sekitar lainnya merasakan dampak nyata limbah tambak udang tersebut terhadap lahan pertaniannya dalam beberapa tahun terakhir.

Limbah tambak udang ini, ucap Zaini, juga telah membuat pertanian warga menjadi mandul. “Pertanian kami semakin menurun dan tidak hidup sama sekali,” imbuhnya.

Koordinator Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) Desa Gumukmas Murdoso membenarkan, limbah PT. DBS memang berdampak pada tanaman padi warga. Hingga saat ini, ada 200 hektare lahan pertanian yang tidak bisa ditanami.

Baca Juga:  BPJS Ketenagakerjaan Pamekasan Gelar Sosialisasi Bersama Cabdindik: Target Pendidik Segera Terjamin Jamsostek!

“Petani mengalami kerugian karena tidak bisa mengupayakan ketahanan tanaman di area persawahan,” jelasnya, Jumat (28/2/2025).

Petani Desa Kepanjen, Kecamatan Gumukmas, Kateman (58) juga mengatakan hal senada terkait dampak destruktif limbah PT. DBS ke lahan pertanian warga.

IMG-20250502-WA0029
IMG-20250502-WA0027
IMG-20250502-WA0028
IMG-20250502-WA0031
IMG-20250502-WA0030

Dampak limbah tambak udang tersebut, lanjut Kateman, sudah dirasakan warga selama puluhan tahun.

“Kita ya susah, sedangkan penghasilan utama, ya pertanian. Karena petani itu andalannya sawah. Kalau tidak bisa menanam, kan, susah,” terangnya, Jumat (28/2/2025).

Warga setempat, tutur Kateman, telah berulang kali mencoba berbagai cara agar lahan pertaniannya selamat, sayangnya tidak berhasil. “Selalu petani yang dirugikan,” katanya.

Kateman juga menceritakan bahwa pada 1980-an silam, hasil pertanian di Desa Kepanjen sangat baik. Hal tersebut dibuktikan oleh hasil panen padi milik ayahnya. Dari satu kuintal padi yang dipanen, perolehannya bisa mencapai 70 kilogram beras.

Baca Juga:  Sebelum Daftar, Mas Vian Sowan ke Sejumlah Kiai

“Dulu hasilnya lebih bagus di sini. Padi itu misal 1 kuintal, keluarnya bisa 70 kilogram,” jelasnya.

Warga sekitar yang lahan pertaniannya rusak akibat limbah, terang Kateman, akhirnya mengandalkan mata pencaharian di laut meski hasil yang diperoleh juga tidak pasti.

Saat ini, imbuh Kateman, warga juga sedang menyoroti perizinan dan operasi PT. DBS yang merugikan lingkungan setempat.

“Kalau kita bicara perizinan memang iya (pemerintah, red.) butuh investor. Kalau menguntungkan lingkungan, boleh. Tapi kalau merugikan lingkungan, apa izin itu dipertahankan? Kan, enggak toh,” ujarnya.

Sementara itu, Komisi C DPRD Jember David Handoko Seto juga mengakui bahwa dampak limbah PT. DBS ke lahan pertanian warga memang sangat besar.

David mengaku mendapat laporan bahwa 1 seperempat hektare tanaman padi di Desa Mayangan dan Kepanjen saat ini hanya memperoleh 5 karung padi.

“Kata petani mau ditanami model apa pun hasilnya tidak bagus. Ini curhatan mereka, 1 seperempat hektare ini hanya dapat 5 sak padi. Itu menyakitkan sekali buat petani,” bebernya.(den/faj)