MEDIAJATIM.COM | Lamongan – Puluhan warga yang tergabung dalam Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Jaringan Emansipasi dan Aspirasi Rakyat (Jerat) melakukan aksi unjuk rasa di depan kantor Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lamongan, Selasa (17/11/2020).
Dalam aksinya mereka menuntut aparat penegak hukum untuk segera menangani, menelusuri, serta mengusut tuntas dan juga menindak tegas dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Bupati Lamongan.
Korlap aksi LSM Jerat Miftah Zaeni mengatakan, memang diakui Kabupaten Lamongan telah dihiasi dengan berbagai penghargaan dan prestasi, akan tetapi di dalamnya tersimpan banyak masalah dan perkara seperti gunung es.
“Terlihat indah, ternyata ketika didalami dan ditelisik ke dalam terdapat banyak pembusukan yang terjadi diantaranya dugaan tindakan korupsi yang dilakukan kepala daerah dan kroninya,” ujar Miftah.
Dia menduga, anggaran pembangunan puskesmas Karangkembang Babat senilai proyek Rp. 9,4 M tahun 2018 terindikasi terjadi mark up atau kecurangan yang mengakibatkan kerugian negara minimal Rp. 1.561.472.727,27 dan maksimal Rp. 2.795.831.013,96.
“Terjadi pengurangan pengerjaan pengeboran strauss pada rumah pompa dan pengurangan pekerjaan pada beton atap unit UGD, selain itu kami juga menemukan ada pengurangan pada pekerjaan lain seperti pagar samping, sambatan depan (BOX CULVERT) AC,” ungkapnya.
Menurutnya, tidak menutup kemungkinan terjadi kecurangan pada pekerjaan lainnya. Apalagi pengerjaanya dimenangkan oleh PT Pilar Abadi milik H. Mardi akan tetapi praktik di lapangannya dikerjakan oleh Saudara Dodon.
Selanjutnya, kata dia, pada tahun 2019 dianggarkan lagi melalui satuan Kerja Dinas Kesehatan dengan rincian anggaran Rp9.350.000.000, dengan hasil lelang pemenang dengan harga Rp8.350.630.394,22.
“Hal tersebut juga tidak menutup kemungkinan terjadi mark up seperti tahun sebelumnya, dengan nama pemenang tender CV Kharisma Cipta Abadi, alamat Jalan Kinameng Indah No 18 Lamongan,” tuturnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, adanya dugaan pungutan liar melalui camat se-Kabupaten Lamongan untuk meminta Kepala Desa (Kades) berupa uang senilai Rp1.600.000, dengan alasan untuk diberikan kepada Kejaksaan.
“Dengan dalih agar tidak dipermasalahkan terkait penggunaan anggaran Dana Desa (DD) dan bahkan bisa juga terjadi di tahun sebelumnya,” jelasnya.
Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) kabupaten Lamongan, sambungnya, juga diduga meminta jatah alias pungli anggaran proyek Bantuan Keuangan Kepada Pemerintah Desa (BKKPD) di desa-desa se-Kabupaten Lamongan pada tahun 2020 dengan presentase 15 hingga 25 persen.
“Menurut pengakuan dari beberapa
sumber, hal itu dilakukan atas dasar perintah dari kepada Dinas PMD Kabupaten Lamongan dan juga patut diduga modusnya dilakukan pada tahun sebelumnya,” imbuhnya.
Ketua Umum LSM Jerat itu mengungkapkan, dana Covid-19 tahun 2020 terindikasi banyak mark-up, baik pengadaan barang dan jasa juga pelaksanaannya.
“Indikasi tersebut dibuktikan dengan tidak dilibatkannya seluruh wakil rakyat DPRD Kabupaten Lamongan terkait penganggaran dan pengawasan pengunaan anggaran tersebut, dari hasil refocusing maupun yang lainnya sebesar Rp200.177.755.000,” tandasnya.
Dalam hal ini, kata Mifta, yang seharusnya bertanggung jawab sepenuhnya adalah Ketua Gugus Tugas (Satgas) Covid-19 yakni Bupati Lamongan, yang juga sebagai Kepala Daerah.
Dia juga meminta kejelasan terkait keseriusan penanganan kasus pengadaan barang dan jasa yang ada di RSUD dr. Soegiri Lamongan tahun 2015-2017 sesuai surat perintah penyelidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI No: Sprin.Lidik-74/01/05/2018.
“Terindikasi ada kecurangan atau dimark up dengan dugaan tindak pidana korupsi berupa janji terkait pengadaan barang dan jasa di RSUD dr. Soegiri Lamongan tahun 2010-2017,” terang dia.
Kasus RSUD dr. Soegiri Lamongan, sambungnya, untuk dibuka kembali atau ditindaklanjuti untuk memperjelas upaya dan proses hukum agar ada kepastian hukum dan putusan yang jelas.
“Dugaan korupsi Bank Daerah lamongan dengan menggunakan nasabah fiktif sehingga merugikan dana Bank tersebut puluhan miliar Rupiah juga harus diungkap,” ujarnya.
Menurut dia, itu dibuktikan dengan penyidikan perkara dugaan korupsi Bank Daerah Lamongan (BDL) di Polda Jatim, tanggal 17 Juli 2020. Selanjutnya diterbitkan surat perintah No Sprin/1344/II/RES 3.3/2020/Ditreskrimsus tanggal 09 Juli 2020.
“Dari sekian banyaknya masalah tentang perkara dugaan tindak pidana korupsi tersebut yang bertanggungjawab secara penuh adalah Bupati Lamongan,” kata Mifta.
Dia menambahkan, segenap warga masyarakat lamongan meminta keseriusan aparat penegak hukum agar benar-benar menelusuri dan mengusut tuntas serta menindak tegas terjadinya dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan Bupati Lamongan.
Reporter: Bisri
Redaktur: Zul