MEDIAJATIM.COM | JEMBER – Tak percuma anggota Komisi IX DPR RI, Nur Yasin melakukan reses di Jember selama lebih dua pekan ini. Selain menyerap aspirasi masyarakat, juga mendapatkan temuan yang akan menjadi bahan rapat dengar pendapat (RDP) dengan kementerian dan lembaga terkait. Salah satunya adalah temuan obat kadaluarsa dan bahan medis habis pakai (BMHP) yang nilainya yang cukup fantastis, yakni Rp. 6,2 Miliar. Menurutnya, nilai tersebut cukup besar, apalagi akan terbuang percuma, eman-eman.
“Kalau di Indonesia ada sekitar 500 kabupaten/kota, misalnya mengalami kejadian seperti itu, sudah berapa triliun yang terbuang percuma,” jelasnya saat memberikan sambutan dalam acara “Sosialisasi Gerakan Masyarakat Cerdas Menggunakan Obat (GeMa CerMat) kepada Stakeholder” di aula kantor PCNU Jember, Rabu (3/8/2022).
Setelah ditelusuri kenapa obat itu kadaluarsa, salah satunya karena kurang diperlukan masyarakat Jember. Hal ini, kata Nur Yasin, perlu ditelusuri penyebabnya apakah karena ada kesalahan perencanaan atau ada sebab lain sehingga obat itu tak terpakai dan akhirnya kadaluarsa.
“Temuan ini akan saya bawa ke Jakarta. Bukan untuk menyalahkan siapa-siapa, karena salah atau benar itu urusan pengadilan. Tapi kenapa itu sampai terjadi, ini bisa kita telusuri ke atas (pemerintah pusat). Yang jelas, ini bukan kesalahan masyarakat. Masyarakat akan selalu saya bela,” urai politisi PKB tersebut.
Obat dan BMHP kadaluarsa itu mencuat setelah Komisi D DPRD Jember menggelar RDP dengan Dinas Kesehatan, BPJS Kesehatan dan tiga direksi rumah sakit milIk Pemerintah Kabupaten Jember, Senin (1/8/2022) lalu. Dalam RDP itu muncul informasi bahwa nilai obat dan BMHP yang sudah tidak bisa dipakai itu mencapai nilai Rp6,2 Miliar, yang merupakan akumulasi dari tahun 2016 sampai tahun 2021.
“Kebetulan Ketua Komisi D (Mochammad Hafidi) adalah anggota Fraksi PKB, jadi gampang komunikasinya,” terang Nur Yasin.
Dihubungi terpisah, Mochammad Hafidi juga menyayangkan adanya obat kadaluarsa dan BMHB yang nilainya mencapai miliaran rupiah itu. Obat-obatan tersebut ditumpuk di Instalasi Farmasi Kesehatan Dinas Kesehatan senilai Rp3,7 Miliar dan di Puskesmas senilai Rp2,5 Miliar.
“Ketemunya kita karena obat itu tersimpan banyak, kita tanyakan posisi obat itu ternyata dalam proses pengajuan pemusnahan,” ujar Hafidi, sapaan akrabnya.
Pengadaan obat-obat tersebut berasal dari Dana Alokasi Khusus/Dana Alokasi Umum, kiriman dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. Bahkan ada obat yang tersimpan di Puskesmas dibeli dari dana kapitasi program Jaminan Kesehatan Nasional.
“Yang lebih mengejutkan ternyata ada obat expired di Puskesmas yang anggarannya menggunakan JKN, dana kapitasi. Ternyata expired-nya itu hampir Rp1 miliar. Padahal Puskesmas itu membeli obat sesuai kebutuhan, lho kok masih muncul expired,” pungkasnya.
Reporter: Aryudi A Razaq
Redaktur: Zul