Wawancara dengan Donal Bebek

Media Jatim

“…dulu bilang anti-Amerika, dan kini mau saja dibodohi Amerika untuk menghancurkan Syria?”

DONALD BEBEK masih gaek. Di usianya yang sudah kelewat matang, ia masih berantakan dan seperti tak punya selera pada barang-barang mewah. Atau, ia memang masih saja tak punya uang. Konsisten.

Tetapi, hukum waktu pun konsisten untuknya: ia telah berevolusi. Kritik-kritiknya kini jauh lebih “intelek”. Meskipun kita patut meragukan, buku apa –sih– yang ia baca. Berikut wawancara The New York Pows (NYP) dengan Donal Bebek (Donal, tanpa “D”) di resort busuk yang disewa untuk liburan akhir tahunnya:

NYP: Anda senewen, bahwa Presiden Amerika terpilih adalah Donal dengan Trump, bukan Donal dengan Bebek?

Donal: Sayangnya, di seluruh dunia, akulah Donal yang paing terkenal, jauh sebelum Donal-donal masa kini yang banyak gaya itu. Kelas ku berbeda.

NYP: Beda? Apa beda Donal Trump dengan Donal Bebek?

Donal: Orang telah menulis tentangku sejak hampir seabad lalu. Itu pembedaku. Sedangkan perbedaanku dengan Donal-mu itu: aku abadi, dia trendy. Sebentar lagi, orang bosan sendiri dan dia tak akan terkenal lagi.

NYP: Apa rahasia bugar Anda di usia hampir seabad ini?

Donal: Keponakan-keponakanku tak pernah dewasa. Jadi mana mungkin aku menjadi tua?

NYP: Dengan usia hampir satu Abad, Anda menjadi saksi sejarah perkembangan demokrasi di dunia. Apa yang Anda lihat?

Donal: Kebosanan. Aku tahu, demokrasi makin lama makin kurang meyakinkan. Hanya saja, orang-orang tidak punya pilihan. Otak mereka sudah kadung tertutup kertas-kertas koran bekas yang selama lebih seratus tahun mengkampanyekan demokratisasi.

Baca Juga:  Cara Menarik Pengikut Ala Samurai

NYP: Jadi, Anda tidak percaya pada demokrasi?

Donald: Aku percaya. Aku percaya jika demokrasi itu alat fasisme terbesar. Plasebo para penjajah. Harganya mahal, dan orang dibuat tergila-gila. Hahahaha….

NYP: Soal Timur Tengah, orang-orang sedang berbicara tentang Syria. Komentar Anda?

Donal: Lucu. Selama satu dekade, negaramu mati-matian mencoba menghancurkan Syria tapi gagal. Super Powder, bukan Super Power. Itulah negaramu kini! Bedak ajaib yang menyilaukan mata, menutup bopeng dan luka. Hahahaha….

NYP: Tetapi, kalangan Islam saja kini memusuhi Asad. Waktunya tak akan lama lagi.

Donal: “Kalangan Islam yang mana? Yang dulu bilang anti-Amerika, dan kini mau saja dibodohi Amerika untuk menghancurkan Syria? Itu Islam pasar. Islam yang defisit keimanan sehingga merasa terancam justru oleh saudaranya sendiri dan malahan tak sadar dipermainkan musuhnya.”

NYP: Asad menurut mereka Syi’ah. Ke-Islamannya diragukan. Bahkan, Asad dianggap musuh Islam.

Donal: Lalu Amerika? Ke-kafirannya diragukan?! Amerika pemimpin dan rekan orang Islam?!

NYP: Anda mendukung Syi’ah yang terkenal ekstrim dalam pemikirannya?

Donal: Pertanyaan amatir! Iraq, Libia, apa mereka Syi’ah? Negaramu itu menghancurkan Iraq-Sunni, Libia-Sunni, bukan Iran-Syi’ah! Bacaanmu, payah. Sudah, ah! Bisa basi anggurku terkena polusi pertanyaan murahmu itu! (Terlihat tidak sabar dan selalu melirik pemutar kaset tua di atas rak).

Baca Juga:  Terentas dari Siksa Kubur Berkat Shalawat

NYP: Sebentar, sebentar, Pak Donal. Menurut kami, sangat serius ancamannya jika kita membiarkan pemimpin seperti Asad masih berkuasa.

Donal: Ya! Memang ya! Memang bahaya! Sebab kalau umat Islam-mu itu konsisten seperti aku, pasti yang mereka serang itu Amerika, bukan Syria! Buktikan dulu kalangan Islam yang kau sebut tadi itu menyerang Amerika, meluluh lantakkan New York sebagaimana Aleppo, baru aku percaya dunia sedang waras!

NYP: Anda sepertinya tidak kuatir dengan perang dunia….

Donal: Judul pembicaraanku ini soal konsistensi! Dengar! Bukan soal perang dunia omong-kosongmu itu! Lihat, aku sedang liburan dengan anggur-anggur murah yang penuh kebahagiaan karena aku tak berhutang pada Paman Gober, lalu kamu kira aku ingin perang dunia?!

NYP: Terakhir, Sir. Seandainya, Donal yang Bebek yang terpilih sebagai Presiden Amerika, apa yang akan Anda lakukan? Apakah yakin akan lebih baik dari Donal yang Trump?

Donal: Satu: aku tidak tertarik. Dua: Aku bukan orang Amerika. Jadi mengapa aku harus jadi presiden di sana? Aku hidup dan akan mati hanya di Negeri Bebek yang menyenangkan ini, bukan di negeri kalian yang menjual etos mimpi! Hahahahaha….

(Donal rupanya menyindir “American Dream”, idealita bangsa Amerika tentang kesejahteraan dan kesuksesan bagi seluruh warganya. Wawancara ini ditutup begitu saja karena Donal dengan cepat beranjak ke rak, memutar “We Shall Overcome”. Roger Waters menggema).

Sumber: Akun facebook Pangapora

Foto: internet.