Dalam ilmu sosial-ekonomi, kebutuhan hidup manusia dibagi atas tiga bagian. Bagian pertama disebut dengan kebutuhan primier, yaitu kebutuhan hidup manusia yang paling mendasar. Kebutuhan ini sifatnya mendesak karena menyangkut kelangsungan hidup manusia. Dalam hal ini, setidaknya ada tiga komponen kebutuhan yang harus dipenuhi, yaitu makanan (pangan), sandang (pakaian) dan papan (tempat tinggal).
Bagian ke dua adalah kebutuhan skunder, yaitu kebutuhan hidup yang bersifat penunjang. Keberadaannya tidak terlalu mendesak karena hanya berfungsi sebagai pelengkap atas kebutuhan yang pertama. Wujudnya bisa berupa alat-alat rumah tangga dan alat transportasi. Atau pula, aksesories untuk mempercantik dan memperindah tampilan fisik dan tempat tinggal.
Bagian yang ke tiga adalah kebutuhan tersier, yaitu kebutuhan yang hanya bersifat sebagai penyempurna. Ketiadaannya tidak terlalu berakibat fatal. Keberadaannya juga tidak berpengaruh secara signifikan, terutama bagi kelas ekonomi menengah ke bawah. Wujudnya bisa berupa fasilitas hidup yang mewah dan hanya bisa dinikmati oleh kalangan ekonomi menengah ke atas, karena mereka sudah mampu dan tidak kekurangan biaya dalam memenuhi kebutuhan hidup yang pertama dan ke dua. Hal itu bisa berupa mobil pribadi, koleksi perhiasan, fasilitas hiburan dan rekreasi.
Karena pertimbangan kebutuhan hidup yang ke tiga inilah, maka pengusaha hiburan membuka tempat-tempat yang dipandang mampu memenuhi kebutuhan untuk menghibur diri para pengunjung yang berasal dari kelas sosial-ekonomi menengah ke atas. Inilah fitrah manusia yang tidak bisa ditepis oleh alibi apa pun. Bahwa mencari hiburan adalah naluri alamiah yang bersifat natural, karena aktifitas hidup yang begitu melelahkan, memerlukan suasana menghibur, rileks dan santai agar mampu mengembalikan kebugaran dan semangat yang mulai surut melemah.
Ibarat unit komputer, butuh direfresh (disegarkan kembali) agar tidak trouble setelah sekian lama dinyalakan dan dioperasikan melalui aplikasi-aplikasi yang memberikan beban. Demikian juga dengan manusia, aktifitas hidupnya yang banyak menforsir tenaga dan fikiran, membuat fisik dan psikis membutuhkan suasana relaxasi yang menghibur untuk mengembalikan kebugaran.
Maka sangat dimaklumi jika Aliansi Pengusaha Hiburan di Pamekasan beberapa hari lalu sempat menyayangkan sikap Pemerintah Daerah yang dinilai plin-plan, maju mundur dan ragu-ragu dalam merespon beroperasinya tempat hiburan di Bumi Gerbang Salam.
Antara iya dan tidak, seakan setuju dan tidak setuju, pemerintah sempat melangkahi kesepakatan yang pernah dibangun bersama seluruh pengusaha hiburan. Padahal penandatanganan kesepakatan tersebut disaksikan langsung oleh beberapa tokoh ormas agama bersama Forum Pimpinan Daerah (Forpimda).
Akhirnya, terbitlah kemudian perbup baru yang lebih tegas mengatur beroperasinya tempat hiburan yang sempat ditutup oleh pemerintah tersebut. Tentunya ada konsekwensi yang bersifat mengikat jika Perbup baru itu dilanggar. Ada kesepakatan-kesepakatan baru yang harus diperhatikan oleh pengelola usaha hiburan, tentunya melalui pertimbangan dan masukan dari banyak pihak yang memiliki perhatian.
Hingga kini, penulis menilai positif i’tikad baik pemerintah dalam mengeluarkan Perbup baru tersebut. Lebih-lebih i’tikad itu salah satunya untuk mengakomodir keinginan masyarakat penikmat hiburan, khususnya karaoke, agar tetap memiliki tempat di Kabupaten sendiri tanpa harus jauh-jauh ke Surabaya atau Kabupaten lainnya.
Jika boleh menilai, Perbup baru yang mengatur operasional tempat hiburan khususnya karaoke tersebut, diformulasi ulang (sepertinya) dengan maksud agar dapat menjaga stabilitas perputaran roda usaha para pengelolanya. Di samping itu ada usaha agar tetap menjaga etika dan kesopanan sehingga tidak mencoreng citera kota Gerbang Salam.
Ulama sebagai benteng moral, sengaja dilibatkan dalam penyusunan kesepakatan bersama itu, dengan maksud agar mampu menjadi pengontrol kebijakan agar tetap selaras dengan nilai-nilai agama, tidak bertentangan, dan menjunjung etika dalam berbisnis.
Sedangkan pemerintah dalam menjalankan fungsi pengambil kebijakan, memang benar-benar bijaksana dalam melihat permasalahan dari berbagai aspek. Bagaimana pun, eksistensi hiburan karaoke merupakan aset kabupaten yang sedikit banyak memberikan income terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sehingga, keberadaannya perlu didukung, diarahkah dan disesuaikan dengan budaya luhur masyarakat pengunjung dan sekitarnya.
Memberangus semena-mena hak berwirausaha para pengusaha hiburan karaoke bukanlah cara arif, etis dan elegan. Berikan hak tersebut dengan tetap mengacu pada kearifan lokal dan adat ketimuran yang menjunjung nilai-nilai agama dan moralitas.
Keberadaan tempat hiburan harus tetap berfungsi sebatas media hiburan semata, menghilangkan kepenatan dan menyalurkan hobi dengan cara-cara semestinya, tanpa ada embel-embel aktivitas lain yang mengarah pada pelanggaran hukum berbau mesum dan tindak kriminal lainnya.
Kepercayaan yang diberikan oleh tokoh ulama’ dan pemangku kebijakan perlu diapresiasi serta diberi penghargaan setinggi-tingginya oleh pengusaha hiburan. Penghargaan tersebut bisa ditunjukkan dengan cara menjaga kesepakatan yang telah ditandatangani bersama sebagai sebuah amanah. Sebuah kepercayaan tidak akan luntur jika mampu dijaga serta tidak dicederai dengan pelanggaran-pelanggaran hanya demi keuntungan pribadi, namun efeknya sangat meresahkan dan mengganggu bagi semua kalangan.
Inilah moment emas untuk menunjukkan, bahwa pemerintah, ulama dan pengusaha hiburan mampu membangun sinergi dengan semangat kerjasama, saling mendukung, mengawasi dan berkontribusi dalam membangun Pamekasan. Sinergi itu, tetap berlandaskan etika, saling menghormati dan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya dalam berwirausaha. Kata kuncinya adalah tetap memperhatikan norma hukum, perasaan keberagamaan, kemanusiaan, dan kelangsungan Kabupaten Pamekasan yang dikenal sebagai Kota Pendidikan dan basis pesantren.
Salah satu kelebihan kabupaten ini adalah kemampuannya dalam membangun harmoni kebersamaan dengan berbagai kalangan. Hal itu ditunjukkan ketika mengawal pembangunan ; bergandengan erat bersama rakyat, ulama’, umaro’ dan aghniya’ (pengusaha, investor dan korporasi) demi kemajuan SDM dan meningkatnya pembangunan infrastruktur yang dibutuhkan masyarakat.
Tanggal 17 Pebruari 2018 mendatang, rakyat akan menjadi saksi sejarah menyatunya tiga komitment yang lahir dari semangat keagamaan, pemerintahan dan kewirausahaan. Empat hari lagi, Tempat-tempat hiburan akan resmi beroperasi dan dibuka secara serempak. Sebuah istikhoroh bir-ro’yi (gabungan aspirasi, ide, gagasan dan pemikiran) secara bersama telah menghasilkan keputusan untuk tetap merangkul hak bisnis pengusaha hiburan. Namun, tetap dalam koridor hukum, etika, nilai-nilai agama dan mengembalikan fungsi tempat hiburan sebagaimana fitrahnya.
Semoga masyarakat tetap dapat terhibur, moralitas dan etika agama tidak tergerus, pemerintah dapat menerima haknya secara administratif dan finansial. Dari semua itu yang terpenting adalah, pengusaha juga mendapatkan ruang untuk mengais rezeki secara halal, legal dan dapat mengembalikan nama baik tempat hiburan yang selama ini dinilai miring, penuh intrik, mesum dan gelap-gelapan. Semoga…!
Oleh: Moh. Jufri Marzuki, Masyarakat yang sadar akan pentingnya sarana hiburan bagi kehidupan manusia, tinggal di Pamekasan.