Gandrung Syafaat, Transformasi Gerakan Budaya Paddhâng Bulân

Media Jatim

MediaJatim.com, Pamekasan – Menyelami, menghayati serta menumbuhkembangkan ragam kebudayaan baik dari nilai-nilai agama, tradisi, dan perkembangan ilmu pengetahuan merupakan tugas anak bangsa. Madura sendiri memiliki berupa ragam karya kesenian dan nilai-nilai kebudayaan.

Madura sendiri memiliki banyak komunitas yang memiliki visi merawat warisan leluhur, dengan berbagai rupa gerakan dan strategi. Termasuk salah satunya yang digawangi oleh Gus Hamdani dan komunitas Paddhâng Bulân, yakni majelis “Gandrung Syafaat”.

Seperti diketahui, baru-baru ini agenda-agenda yang digawangi oleh Gus Hamdani dan komunitas Paddhâng Bulân ini menarik perhatian publik. Gelaran-gelaran yang diselenggarakannnya di berbagai tempat menyedot perhatian tidak hanya dari kalangan muda, namun juga masyarakat Pamekasan pada khususnya.

Kajian bersama ini tak hanya menawarkan diskusi gayeng yang menarik perhatian pecinta budaya, kajian filsafat, sosial dan dialektika keagamaan. Namun juga menawarkan suguhan-suguhan musik khas dari “Paddhâng Bulân Music”, dengan lantunan vocal dari Abyan Farazdaq dan Adidatus Sa’adah.

Majelis atau forum “Gandrung Syafaat” pada dasarnya bukan hal baru. Ini merupakan transformasi atau peralihan nama dari rentetan kegiatan Paddhâng Bulân yang di gelar selama ini (memasuki edisi ke 10). Mulanya kegiatan ini bernama “Kongkow Budaya”, dengan menghadirkan berbagai pakar di bidangnya. Sebagaimana yang ditulis oleh Gus Hamdani dalam postingan beranda Facebooknya, Sabtu (13/07/2019).

Ia membeberkan, nama ini (Kongkow Budaya) sudah diemban sejak awal forum ini digelar. Pertama kali bersama budayawan Syaf Anton WR membincang soal “Pasar dan Kesenian” di Madura. Pernah bersama penyair dan teaterawan “Sangat Mahendra,” membincang buku puisinya “Lonceng Kerbau”.

Selain itu Bersama Kiai M Faizi membincang “Tarekat Jalanan”, sebuah upaya refleksi dari buku beliau “Celoteh Jalanan”, bekerjasama dengan Polres Pamekasan dan Komunitas Club Motor Se-Pamekasan. Bersama sahabat Lesbumi Sumenep dan K. A Dardiri Zubairi, K. Muhammad Musthafa dan Kiai Mamak membincang “Ziarah Lingkungan”, serta rentetan gelaran lainnya. Terakhir, bersama KH.Panji Taufik (Ketua PCNU Sumenep) membincang “Anak Zaman” di LPI Tarbiyatus Sholihin, Kowel, Pamekasan pada awal Juli kemarin.

Baca Juga:  Titin Maimunah Pimpin PMII Komisariat UIM

Gus Hamdani menuliskan, berangkat dari gelisah dengan menapaki jalan diskusi sana sini, sebuah ikhtiar akhirnya menemukan titik temu sebagai akhir dari sebuah permulaan. Menurutnya, nama yang sebelumnya disematkan “Kongkow Budaya” dirasa terlalu kaku. Kata budaya ini, “embananya terasa terlalu muluk. Menciptakan kesan akademis dan entah mengapa terasa menuntut kami jadi pintar,” tulisnya.

Peralihan nama “Kongkow Budaya” menjadi “Gandrung Syafaat” ini dirasa perlu seiring perkembangan dan dialektika forum ataupun majelis ini. Untuk mewakili semangat keterbukaan, kebersamaan serta saling melapang-lapangkan dalam majelis dan peranan. Namun tetap nggandol pada sebuah komitmen pencarian dan kesadaran diri. Baik diri pribadi, diri sosial, diri bangsa, serta memuncak pada tak lebih diri sebagai hamba.

Gus Hamdani menuturkan, ada banyak pelajaran dan pertimbangan dari pergantian nama forum ini. Terutama sekali setelah pihaknya dan tarêtan Paddhâng Bulân menimbang berbagai kritik dan saran, salah satunya KH M Musleh Adnan (LDNU Pamekasan). Berestafet dengan keterlibatannya bersama forum “Ngasango: Ngaji Sambil Ngopi (Nganggit Jiwa, Ngolah Pikir)” bersama Kiai Achmad Fauzan Badruddin, presiden Ngasango.

Ia mengaku, melalui pelajaran-pelajaran yang ditangkap dari beberapa suhu tokoh evolusi kesadaran kami bergeser ke arah yang tak pernah pihaknya duga. Kami ditantang untuk membuka cakrawala baru melampaui batas-batas yang sebelumnya mengungkung kami dalam slogan-slogan, bertemu dan belajar langsung dari masyarakat secara lebih luas.

“Gandrung Syafaat”, dirasa mewakili semangat untuk menanamkan kecintaan akan sosok Kanjeng Nabi Muhammad SAW dan perananannya dalam mencerahkan kebudayaan dan peradaban manusia. Nama ini pun dipilih (diistikharahkan) selain beberapa opsi nama yang telah ada, setelah melakukan Tabayun dengan berbagai tokoh Pamekasan yang dianggap mumpuni.

Baca Juga:  Pastikan Data Valid, IPNU-IPPNU Larangan Luar Salurkan Puluhan Paket Sembako

“Kami diikat bukan dalam niatan mencari kesempurnaan dan kebenaran mutlak, mereka yang berharap demikian pasti akan kecewa. Mereka yang berharap untuk digurui pun akan kecewa, sebab forum ini diisi oleh mereka yang bertanya. Sebagai sebuah forum proses bersama, menjadi keliru dalam menyumbangkan solusi permasalan juga penting di sini. Sebab diikat dengan keinsyafan sebagai usaha bersama untuk belajar dan membentuk paradigma hidup yang lebih baik bersama-sama,” ujarnya merendah hati.

“Siapapun tak diikat dalam kesiapan menjadi murid sekaligus guru, pihaknya hanya belajar membaca proporsi dalam suatu posisi dan keadaan. Forum ini juga bukan forum tuntunan, kita berharap bukan untuk menuntun namun bergandengan bersama. Selain itu, biarlah ini menjadi forum tontonan agar mampu berkelekar akan hidup. Syukur bisa menjadi saling menonton dan mengaca, lebih-lebih nyerempet ke tontonan ruhani,” tambah Gus Hamdani.

Nama “Gandrung Syafaat” terutama “Syafaat” memang identik dengan “Macopat Syafaat” ala Mbah Nun. Menanggapi hal ini, Gus Hamdani berpendapat; “Tak ada yang sepenuhnya baru. Kami belajar dari siapa pun, termasuk Mbah Nun. Itu pun idiom-idiom semacam ini, dapat kita tarik lebih jauh rentetannya. Kita semua berdiri di atas pundak sejarah dan tradisi para pendahulu”.

Bagi Gus Hamdani, proses ini biarlah menjadi suatu jalan belajar bersama, bukan semata untuk masyarakat. Tapi untuk Paddhâng Bulân sendiri belajar menjadi suatu bagian darinya. Masyarakat lah yang ikut serta menjadi pelaku dari proses menjadi yang tak henti-henti.

Kepada pecinta kajian Paddhâng Bulân Ia menyampaikan, sampai ketemu di Majelis “Gandrung Syafaat” Paddhâng Bulân di awal Agustus mendatang.

Reporter: Gafur

Redaktur: Zul

Respon (1)

Komentar ditutup.