MEDIAJATIM.COM | Pamekasan- Kamis (28/01/2021) pagi, Pengurus Komisariat Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PK PMII) Sekolah Tinggi Ilmu Syariah As-Salafiyah (STISA) Pakong, melaksanakan kajian jurnalistik.
Kegiatan tersebut diikuti sekitar 20 peserta. Sebagian dari peserta itu, ada beberapa kader PMII Komisariat Sekolah Tinggi Ilmu Masyarakat Madani (STEI-MM). Kegiatan tersebut digelar di Komisariat PMII STISA.
Dalam kesempatan itu, PK PMII STISA mendatangkan Gafur Abdullah, Wartawan Mongabay Indonesia sekaligus Founder Komunitas Ruang Kita, Pamekasan.
Gafur, sapaan akrabnya menjelaskan sekilas sejarah jurnalistik. Menurutnya, dalam perspektif sejarah barat, jurnalistik bermula dari Acta Diurna atau papan informasi pada zaman Kerajaan Romawi yang dipimpin Julius Caesar. “Sejarah jurnalistik dikenal sejak zaman Julius Caesar, Raja Romawi. Saat itu disebut Acta Diurna atau dalam bahasa Indonesia disebut papan pengumuman,” ungkapnya, Kamis (28/1/2021).
Dia menambahkan, hitungan kalender mencatat, Acta Diurna muncul pada 100-44 sebelum masehi. Dia bilang, sampai saat ini, Julius Caesar dijuluki sebagai Bapak Pers Dunia.
“Sejatinya, Julius Caesar hanya meneruskan dan mengembangkan tradisi yang muncul pada permulaan berdirinya kerajaan Romawi. Saat itu, atas perintah Raja Imam Agung, segala kejadian penting dicatat pada Annals, yakni papan tulis yang digantungkan di serambi rumah-rumah,” beber Pria kelahiran Desa Ragang, Waru, Pamekasan tersebut.
Papan pengumuman itu, katanya, ditempelkan atau dipasang di pusat kota yang disebut Forum Romanum (Stadion Romawi) untuk diketahui oleh umum. Berita di Acta Diurna kemudian disebarluaskan. Saat itu juga, para Diurnarii muncul, yakni orang-orang yang bekerja membuat catatan-catatan tentang hasil rapat senat dari papan Acta Diurna itu setiap hari, untuk para tuan tanah dan para hartawan.
“Dari kata Acta Diurna inilah secara harfiah kata jurnalistik berasal yakni kata Diurnal dalam Bahasa Latin berarti harian atau setiap hari. Diadopsi ke dalam bahasa Prancis menjadi Du Jour dan bahasa Inggris Journal yang berarti hari, catatan harian atau laporan,” tambahnya.
Gafur bilang, sejarah juga mencatat bahwa sejarah jurnalistik yang pertama kali di dunia adalah pada zaman Nabi Nuh. Saat banjir besar melanda kaumnya, Nabi Nuh berada di dalam kapal beserta sanak keluarga, para pengikut yang saleh, dan segala macam hewan. Untuk mengetahui apakah air bah sudah surut, Nabi Nuh mengutus seekor burung dara ke luar kapal untuk memantau keadaan air dan kemungkinan adanya makanan.
“Sang burung dara hanya melihat daun dan ranting pohon zaitun yang tampak muncul ke permukaan air. Ranting itu pun dipatuk dan dibawanya pulang ke kapal. Nabi Nuh pun berkesimpulan air bah sudah mulai surut. Kabar itu pun disampaikan kepada seluruh penumpang kapal,”
Fakta tersebut, tegasnya, Nabi Nuh dianggap sebagai pencari berita dan penyiar kabar (wartawan) pertama kali di dunia. Kapal Nabi Nuh pun disebut sebagai kantor berita pertama di dunia.
Selain itu, Gafur juga menjelaskan macam-macam berita dan memberikan formula penulisan berita yang baik dan benar. “Secara umum, berita itu ada empat. Straight News, Deph News, Feature, dan terakhir ada berita Investigasi,” jelasnya.
Menurut Gafur, formula menulis berita itu ada empat: Judul-Lead News-Body News dan Kaki Berita. Sebelum menulis berita, jelasnya, wartawan harus membuat Angel berikut outline berita.
“Ada yang tak boleh dilupakan, khususnya bagi pemula, yakni membuat daftar pertanyaan. Dan yang jelas, pertanyaan itu mengacu pada 5 W+1H,” ujarnya.
Selesai acara, Gafur meminta peserta kajian tersebu untuk banyak membaca berita karya orang lain dan banyak praktik secara mandiri.
Reporter: Zaini
Redaktur: Zul
keren sharenya
wah terima beri informasinya