Sejak menjadi wartawan pada 2019, saya selalu membenamkan satu kata dalam di pikiran saya, bahwa saya seorang pembelajar.
Sampai hari ini, saya tetap merasa tengah belajar kepada banyak orang. Kepada narasumber. Kepada pejabat. Kepada rekan. Kepada pengusaha dan kepada siapa pun yang sempat saya temui dan wawancarai.
Termasuk, saya belajar kepada Kapolres Pamekasan AKBP Jazuli Dani Iriawan. Kepadanya saya belajar bagaimana cara memimpin. Memimpin dari hati ke hati.
Saya Mulai dengan Fakta Kecelakan
Beberapa waktu lalu, salah seorang warga Kecamatan Pademawu berinisial B menjadi korban kecelakaan. Kakinya patah. Juga luka parah. Karena RSUD tak sanggup, dia pun dirujuk ke Surabaya.
Dari hari ke hari usai kejadian, B berangsur sembuh. Sebagai korban, B layak meminta ganti rugi kepada pelaku.
Ganti rugi yang diinginkan korban Rp25 juta. Namun, pelaku mengaku tidak mampu memenuhinya. Pihak pelaku hanya mampu Rp5 juta.
Mediasi antara pelaku dan korban yang diinisiasi petugas di Kantor Unit Laka Satlantas Polres Pamekasan berjalan alot.
Berganti hari dan minggu belum juga selesai. Salah satunya karena korban B ingin pelaku tetap bertanggung jawab dengan ganti rugi Rp25 juta. Sementara pelaku tidak cukup kemampuan.
Alotnya mediasi membuat Kapolres Pamekasan lalu turun tangan. Para pihak yakni korban dan pelaku dipanggil ke ruangannya. Kapolres bercakap langsung dengan pelaku dan korban juga para pihak keluarga.
Di akhir mediasi, pelaku hanya menyanggupi ganti rugi Rp10 juta. Pun korban menerimanya.
Karena uang pelaku sementara katanya hanya sanggup Rp5 juta, Kapolres Dani mengatakan akan menambah kekurangannya Rp5 juta. Namun pihak pelaku menolak dan berkata akan melunasinya sendiri.
“Jika betul-betul tidak mampu, saya akan memenuhinya, yang terpenting perkara ini selesai tanpa dendam dan rasa kecewa satu sama lain,” kata AKBP Dani.
Korban dan pelaku menganggap perkara yang sempat alot ini selesai pada hari itu pula. Selesai tanpa ada bekas rasa saling tidak menerima.
“Saya selalu yakin tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan kalau kita membicarakannya dari hati ke hati,” kata AKBP Dani.
Memimpin dari Hati ke Hati
Saya memahami bahwa yang dimaksud menyelesaikan masalah dari hati ke hati adalah mengatasi masalah dengan cara melepaskan egoisme diri sendiri.
Melepaskan ego adalah melepaskan pangkat, status sosial dan hirarki jabatan. Melepaskan ego artinya memposisikan diri setara dengan siapa pun. Mendengarkan keluhan dan masalah dalam kacamata yang setara. Melihat masalah seolah-olah kita berada di posisi yang setara dalam masalah itu.
AKBP Dani yang turun mengatasi ini memposisikan dirinya setara dengan pihak yang bermasalah. Jika dia merasa Kapolres, memakai pangkat dan jabatannya, dia tentu tinggal menunjuk anak buahnya menyelesaikan hal kecil ini.
Namun tidak dia lakukan. Dia turun sendiri. Melihat persoalannya sendiri. Turun tangan sendiri. Lalu, menyelesaikannya.
Dengan cara-cara demikian, akar persoalan akan gampang ditemukan. Benang kusut akan gampang diurai. Pun, akhirnya, jalan keluar dengan mudah bisa ditemukan.
Rasanya memang betul kata AKBP Dani, tidak ada yang tidak bisa diselesaikan kalau dibicarakan dari hati ke hati. Bicara hati ke hati tidak bisa diwakilkan. Kita harus turun sendiri. Duduk dalam posisi yang setara.(*)
_____
*Penulis bernama Ongky Arista UA. Pemimpin Redaksi Media Jatim dan Ketua Forum Wartawan Pamekasan.