Oleh : Ach. Syarofi*
Bertepatan pada tanggal 17 April bisa dikatakan hari raya insan pergerakan. bagaimana tidak? di bulan ini lahir organisasi besar ke mahasiswaan yang bernama PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) yang bertepatan pada tanggal 17 April 1960 dan kini meranjak usia yang ke-60.
Kita tahu lahirnya PMII ini tentu tidak lepas dari perjuangan 13 orang pendiri PMII yang memiliki cita-cita besar dan ketika berbicara PMII itu sendiri tentu tidak bisa lepas dari sosok Mahbub Djunaidi selaku ketua umum pertama PMII.
Mendengar nama Mahbub Djunaidi, tentu membuat seluruh tubuh mengempis seakan memberikan pertanda diri ini masih jauh dari kriteria yang ia miliki sebagai pendekar pena. Kita lihat perjalanan mahbub muda, sejak masa SMP ia sudah terbiasa menulis. Bahkan cerpennya yang bertajuk “Tanah Mati” sudah mendapat komentar langsung dari sosok Legendaris Paus Sastra Indonesia HB Jassin.
Selain dunia sastra, Mahbub juga tergolong pribadi yang suka membela kaum miskin seperti pedagang asongan, pengemis cilik hingga akhirnya ia dijuluki si burung parkit dikandang macan karena keberaniannya membela kebenaran. Perjuangannya ia mulai dengan menjadi wartawan di salah satu media hingga akhirnya beliau berhasil memimpin media massa. ketika terjun di media ia tergolong unik. Bagaimana tidak? setiap hari ia berhasil mengisi rubrik tajuk rencana dengan waktu yang cukup singkat apalagi di kolom ini pengawasannya cukup ketat, tapi bagi Mahbub menjadi kebiasaan sehari-hari hingga bertahun-tahun.
Tidak sampai disitu, gaya tulisannya pun ringan, dan menyenangkan, penuh humor tapi juga mengandung unsur kritik. sehingga orang yang membacanya tidak sakit hati secara berlebihan. Dari saking piawainya dalam menulis, Bung Karno sebagai presiden pertama Indonesia juga sampai terkesan dengan tulisannya yang pada saat itu Mahbub menyebutkan bahwa “Kedudukan Pancasila lebih sublim dari Declaration Of Independence pernyataan dari Amerika Serikat.
Di luar aktifitas menulis, ia juga dikenal dengan sosok yang ceria dan sangat bergaul (tidak pandang bulu) hingga akhirnya tepat pada tahun 1960 ia berhasil terpilih sebagai ketua umum pertama di PMII. Tidak hanya dikenal sebagai sastrawan dan organisatoris, tetapi ia juga dikenal dengan politisi dan agamawan. Hal itu dipertegas ketika Mahbub selesai menjadi Ketum di PMII, ia langsung Aktif di GP Ansor, menjadi wakil ketua PBNU hingga anggota MPRS dan sering menghadiri kondangan untuk berdiskusi bersama masyarakat.
Melirik perjalanannya yang cukup luar biasa dan penuh talenta, tentu membuat kita sebagai generasinya hanya bisa merenung diri karena masih belum bisa melanjutkan perjuangannya secara penuh. Walaupun sulit menemukan sosok sekaliber Mahbub Junaidi, semangat yang ia ajarkan kepada generasinya tidak boleh redup sebagaimana yang ia lakukan di PMII dulu (menjadikan tulisan sebagai senjata perubahan, Kaderisasi wadah pembentukan kader).
Sekali lagi, Selamat memasuki bulan pergerakan dan di bulan ini pula penulis dilahirkan. Semoga kita semua bisa mengikuti rekam jejaknya.
*) Penulis adalah mahasiswa IAIN Madura.