Tokoh  

KH. Jakfar Shadiq: Kiai Muda Berbakat dan Berbaur

Media Jatim

Saya bersama saudara saya Khoirul Umam (Ketua PAC PKB Proppo) bertemu dengan KH. Jakfar Shadiq hanya satu kali. Tapi dari perjumpaan itu mampu membangun pesan dan kesan yang mendalam. Banyak hal yang kami dapatkan: dari bagaimana beliau bertutur yang tanpa jarak, memperlakukan orang lain layaknya keluarga sendiri, tidak mengesankan bahwa beliau mempunyai tingkat stratifikasi sosial (baca: trah) yang tinggi. Seperti orang biasa; rendah hati sekali, tapi itulah letak keistimewaan beliau.

Keilmuan beliau yang tidak diragukan kedalamannya. Ketika sedang membicarakan perihal kehidupan, beliau kerap mengorelasikan hal itu dengan perspektif syariat, tasawuf, dan; bahkan beliau juga banyak berbicara tentang filsafat ala hujjatul Islam Imam al-Ghazali. Untuk tasawuf, cita-cita beliau yang belum tercapai yaitu beliau ingin sekali menerjemahkan kitab al-Hikam karya Imam Athaillah as-Sakandari, dan ingin diajarkan (baca: didiskusikan) kepada para musyafir yang berziarah ke Batu Ampar.

Sembari menikmati lamis-makanan ciri khas timur tengah, menurut penuturan beliau-tiada hentinya beliau memberikan banyak untaian hikmah. Hikmah karena telah mampu membuat lebih terbuka ruang berpikir saya, terutama ketika sampai pada pembahasan tentang tauhid dan takdir Tuhan. Meski bawaannya kepala tambah berat tetapi sisi lain mencerahkan. Dengan penuturan yang ringan dengan diksi yang tidak membosankan.

Baca Juga:  Menko Polhukam RI Sowan ke LPI Al-Hamidy Ponpes Banyuanyar Pamekasan

Dengan keluasan ilmu beliau, mohon dimaklum (baca: wajar). Sebab, beliau hampir menghabiskan banyak waktunya di beberapa pondok pesantren. Diusianya yang kedelapan tahun beliau sudah belajar di pondok pesantren Tlagah, Tambak, Omben. Setelah empat tahun di sana, beliau melanjutkan ke pondok pesantren Tengginah, Tattangoh, Proppo, Pamekasan selama enam tahun. Ditambah sepuluh tahun di Rosaifah Makkah al-Mukarromah dibawah asuhan Syayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki dan Syayyid Abbas bin alawi al-Maliki. Duapuluh tahun waktu beliau habiskan untuk menimba ilmu, mulai dari tingkat lokal sampai luar negeri.

Keinginan lain dari beliau adalah ingin sekali mengabdi di Nahdlatul Ulama (NU). Keinginan itu bahkan sejak lama, tetapi terkendala satu dan lain hal pada saat itu (periode lalu). Periode yang saat itu dikomandani oleh pamannya. Semoga suatu saat itikad baik untuk mengalirkan ilmunya di medan dakwahnya melalui organisasi terbesar dunia ini terkabul.

Baca Juga:  Kiai Basid, Dai Milenial di Pulau Madura

Silsilah KH. Jakfar Shadiq
KH. Jakfar Sodiq bin KH. Fauzi bin KH. Damanhuri bin KH. Ramli bin Syaikh Husain bin Syaikh Su’adi Abu Syamsuddin (Bhujuk Lattong) bin Syeikh Abdurrahman-Batsaniah (Bhujuk Tompêng) bin Syaikh Abdul Mannan (Bhujuk Kosambhih) bin Syarif Husain (Banyu Sangkah) bin Mahdum Ibrahim (Sunan Bonang) bin Raden Rahmat (Sunan Ampel) bin Ibrahim Asmaraqandi bin Jamaluddin Jumadil Kubro bin Mahmud Alkubro bin Zainul Ihsan bin Sayyid Zainul Abidin bin Saidina Husain bin Syaidah Fatimah Azzahra bin Nabi Muhammad SAW.

Wallahu a’lam!

Musannan, Aktivis Kolom Ilmiah Al-Ghazali Kabupaten Pamekasan.

Pamekasan, 23 Januari 2018