Lapor Polisi Tanahnya Diserobot, Warga di Pamekasan Malah Digugat Balik ke Pengadilan Negeri

Media Jatim
Tanah
(M. Arif/Media Jatim) Sidang perdana gugatan perdata terkait kasus dua sertifikat satu tanah di PN Pamekasan, Kamis (18/1/2024) siang.

Pamekasan, mediajatim.com — Penyerobotan tanah kerap terjadi, salah satunya dengan melakukan balik nama tanpa sepengetahuan sang pemilik.

Sebagaimana peristiwa yang menimpa warga Jalan Sersan Mesrul, Kelurahan Gladak Anyar, Kecamatan Pamekasan, Sri Suhartatik (31).

Dia mengatakan, tanahnya diserobot kerabatnya sendiri Bahriyah (60). “Tanah saya itu tiba-tiba dibuatkan sertifikat baru oleh Bahriyah,” ungkap Sri kepada mediajatim.com, Kamis (18/1/2024).

Hal ini diketahui Sri, karena dirinya tidak menerima Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sejak 2020 hingga 2022. Padahal, sebelumnya rutin mendapat SPPT PBB tahunan atas tanah miliknya.

Atas kejadian ini, Sri kemudian melapor ke Koordinator SPPT Kelurahan Gladak Anyar. Tidak menunggu lama, Koordinator SPPT Kelurahan kemudian menindaklanjuti keluhan Sri ke Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Pamekasan.

Usai dicek di Dispenda Pamekasan, ternyata tanah milik Sri itu sudah terbit sertifikat baru atas nama Bahriyah, seluas 2.813 meter persegi pada 2017 lalu.

Baca Juga:  No cost club of gents Audio Online

“Padahal saya masih menyimpan surat tanah ini atas nama almarhum bapak, H. Fathollah Anwar dengan luas 1.802 meter persegi,” tutur Sri.

Merasa tanahnya diambil, Sri kemudian melaporkan Bahriyah ke Polres Pamekasan atas dugaan tindak pidana pemalsuan dokumen tanah pada 30 Agustus 2023 lalu.

Nahasnya, bukan malah mendapat informasi positif dari terlapor, Sri justru menerima panggilan sidang gugatan perdata terkait kepemilikan tanahnya dari Pengadilan Negeri (PN) Pamekasan atas gugatan Bahriyah.

Kuasa Hukum Sri, Hafiz menjelaskan, sebelum melapor ke polisi, korban sudah mengadukan kasus penyerobotan tanahnya itu ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) Pamekasan 2023 lalu.

“Sudah ada empat kali mediasi yang diinisiasi oleh BPN, namun pihak terlapor tidak hadir,” ungkapnya kepada mediajatim.com, Kamis (18/1/2024).

Baca Juga:  Sampah di TPA Sumenep Kian Menggunung, DLH: Pemasok Terbanyak Kecamatan Kota dan Kalianget!

Lebih lanjut Hafiz menerangkan bahwa korban juga pernah menanyakan ke BPN terkait status keaslian sertifikatnya. “BPN mengakui bahwa sertifikat Sri sah,” imbuhnya.

Karena itulah, Hafiz merasa heran, mengapa bisa satu tanah sementara sertifikatnya dua. “Tanah korban itu memang berdekatan dengan tanah terlapor, dan sayangnya sertifikat yang baru terbit milik terlapor itu menyerobot tanah milik korban, makanya kok bisa BPN menerbitkan itu,” terangnya.

Kata Hafiz, kliennya hanya menginginkan bagian tanah miliknya itu diberikan, sehingga tidak harus menempuh jalur hukum.

“Jalur hukum kami tempuh sebab memang terpaksa dilakukan, karena tidak ada iktikad baik dari terlapor, malah kami digugat ke pengadilan, ini kan aneh,” pungkasnya.(rif/faj)