Nama Baidowi makin ke sini makin familier di Kabupaten Pamekasan. Mula-mula sejak PPP diisukan tidak lolos ke Senayan.
Sebagaimana banyak orang tahu, Baidowi merupakan Caleg DPR RI Dapil Madura 2024. Di Pemilu Serentak Februari lalu, dia mendapatkan 359.189 suara–setingkat di bawah Said Abdullah yang memperoleh 528.815.
Namun sayang, PPP benar-benar kandas dan gagal berlabuh ke Senayan. Baidowi pun pupus harapan meskipun suaranya lebih dari separuh jumlah DPT Pamekasan pada Februari 2024.
Dan setelahnya, nama Baidowi kian santer terdengar akan maju di Pilkada Pamekasan 2024. Spanduknya kini ada di mana-mana dan telah memukul mundur Kak Achmadi yang rumornya telah menghabiskan bambu kerangka banner di dua kecamatan.
Secara sederhana kita bisa membaca dan sedikit menyimpulkan bahwa kandasnya “kapal besar” PPP itulah yang menjadi salah satu sebab lahirnya dorongan Baidowi semakin mengenalkan namanya di Bumi Pamelingan.
Masalah Sederhana Pertama
Betapapun nama Baidowi sudah lama terdengar akan turun ke Pamekasan, sebagian orang tetap akan memakai kerangka berpikir kausal peristiwa terdekat.
Bahwa Baidowi tidak akan memghabiskan banyak cost politic untuk maju DPR RI kalau niat yang sesungguhnya hanyalah untuk maju di Pilkada Pamekasan 2024.
Secara klise, Baidowi sebenar-benarnya tidak berpikir untuk maju di Pilkada Pamekasan 2024 andaikan partainya lolos ke Senayan. Itu kerangka berpikir yang logis dan saya pikir juga manusiawi.
Ini menjadi masalah sederhana saat sebagian orang kemudian berpikir bahwa Baidowi meletakkan Pamekasan sebagai medan pelarian usai diterjang kekalahan.
Ini masalah sederhana saat misalnya Baidowi dianggap sebagai figur yang tengah mencari “peruntungan” usai tak lolos di Senayan. Sekali lagi, ini hanya masalah sederhana saja.
Masalah Sederhana Kedua
Dibandingkan Kiai Kholil, Baidowi tentu kalah familier. Upaya untuk mengenalkan diri ke publik di Pamekasan juga tentu harus jauh lebih ekstra dari Kiai Kholil.
Sudah benar misalnya timnya bersikeras mengetengahkan potret Baidowi tertidur di Bandara, menvisualisasikan figur ini makan nasi jagung, dan mengekspos lebar-lebar kegiatannya berbagi hewan kurban yang katanya telah rutin dilaksanakan dalam 10 tahun terakhir.
Apa yang diekspos timnya Baidowi kecil kemungkinannya untuk diekspos oleh figur Kiai Kholil, Baddrut Tamam atau Fattah Jasin. Karena tiga orang yang disebut terakhir jauh lebih dikenal publik dari Baidowi.
Masalah sederhananya adalah, bahwa hari ini Baidowi menghadapi warga dengan iklim “nalar kritis” yang random.
Orang dengan sangat mudah mencium aroma Baidowi mau nyalon bupati Pamekasan dari potretnya yang mulai diumbar lebar-lebar ke publik hari ini.
Niat yang terekspos lebar ini biasanya kerap dicibir warga. Misal di Tiktok Kanaljatim, Baidowi kena cibir begini:
“Tak polan calon bupati se akurban, dari kemarin ke mana kok gak kurban,” kata akun tiktok @sakursakaw2.
Mau didebat bagaimanapun, komentar ini jelas ada benarnya. Bukan soal seberapa sering Baidowi berkurban, tapi soal bagaimana kegiatan Baidowi berkurban ini kini diekspos lebar-lebar ke publik–tidak seperti tahun-tahun sebelumnya.
Ya, upaya keras mengenalkan Baidowi ke publik pada dasarnya memang sepadan dengan fakta bahwa Baidowi tidak benar-benar dikenal publik di Pamekasan.
Masalah Sederhana Ketiga
Beberapa waktu lalu, tim dari Baidowi merilis berita dengan narasumber yang katanya sebagai pengamat politik.
Masalah sederhananya adalah, tim Baidowi begitu gampang melabeli seseorang ini dengan pengamat politik di naskah rilis beritanya–ada rumor yang justru menyebut bahwa orang yang disebut pengamat di sini belum selesai kuliah dan ini disinggung di forum diskusi PWI pada 25 Mei 2024.
Betapapun media berkewajiban menverifikasi ulang status narasumber ini, seharusnya dan setidak-tidaknya, tim Baidowi memiliki reputasi untuk menyortir kelayakan berita yang dirilisnya.
Reputasi ini penting dibangun untuk menunjukkan keseriusan Baidowi mau nyalon–ya, kecuali ini hanya test the water.
Apalagi, Baidowi mantan wartawan dan, dia cukup lama di Senayan. Seharusnya, dia memiliki cara branding yang lebih tertata untuk mendorong opini politik yang lebih cerdas.
Masalah sederhana ini telah kemudian mendorong sejumlah media untuk mengoreksi produk pers yang akan diterbitkan berkenaan dengan Baidowi.
Penutup
Dan tentu, masalah sederhana ini saya kira tidak hanya melilit Baidowi, tapi juga membelit kandidat lain seperti Kholilurrahman, Fattah Jasin atau Baddrut Tamam, dst.(*)
____
*Penulis adalah Ketua Forum Wartawan Pamekasan (FWP) sekaligus Pemimpin Redaksi Media Jatim Ongky Arista UA.