Membaca Kisah Sukses Babun Suharto, Sosok di Balik Suksesnya UIN KHAS Jember

Media Jatim

Judul: Juru Ketik Jadi Direktur, Meraih Sukses Bersama Babun Suharto.
Penulis: Achmad Nur
Tebal: x + 122 halaman
ISBN: 979-98452-9-7
Penerbit: Pustaka Pesantren, Yogyakarta.
Peresensi: Aryudi A Razaq

***

Tidak banyak tokoh yang mencapai puncak karir di institusi perguruan tinggi negeri, dan perjalanan karirnya diawali dari level paling bawah, yakni sebagai office boy alias tukang antar minuman. Babun Suharto adalah satu di antara yang tidak banyak itu.

Kisah tentang perjalanan karir Babun yang mengharu biru sekaligus memompa motivasi bagi generasi muda itu, bisa kita simak di dalam buku berjudul: Juru Ketik Jadi Direktur, Meraih Sukses Bersama Babun Suharto.

Ya, Babun mengawali karirnya di IAIN Sunam Ampel Cabang Surabaya sebagai juru ketik dan tukang antar minuman. Waktu itu posisinya sebagai honorer dengan upah Rp11 ribu/bulan (1986). Pekerjaannya sebenarnya tidak susah, tapi sebagai pemuda, Babun harus mampu menenggelamkan ego kepemudaannya yang sangat menjunjung tinggi rasa gengsi. Namun Babun mampu mengatasi hal itu, dan terus berusaha meniti karir dengan telaten hingga akhirnya mencapai puncak karir di perguruan tinggi kebanggaan Jember tersebut, yaitu Rektor IAIN Jember.

Membaca buku ini adalah membaca sejarah tentang perjuangan, keuletan, dan kesabaran seorang anak adam bernama Babun Suharto dalam menatap masa depannya. Menjadi honorer rendahan sering kali menjebak seseorang dalam jurang keputus-asaan, atau mencari pekerjaan lain guna mengubah nasib. Tapi ia tetap setia dengan pekerjaannya, bahkan untuk meretas jalan yang lebih baik, ia sambil kuliah strata satu di Universitas Muhamadiyah Jember. Pagi bekerja sebagai tukang ketik dan pengantar minuman, sore hari menjadi mahasiswa (hal.42).

Babun adalah sosok yang tak mudah patah semangat, dan selalu memandang optimis masa depannya. Baginya, pendidikan adalah kunci perubahan hidupnya. Karena itu, sambil bekarja ia terus menempuh pendidikan setinggi mungkin, mulai strata satu di Universitas Muhamadiyah Jember, strata dua di Universitas Jember, program doktoral di Universitas Arilangga (Unair) Surabaya, bahkan terakhir ia mampu meraih gelar guru besar (Profesor).

Sejalan dengan itu, karirnya di IAIN Sunan Ampel Cabang Surabaya pelan-pelan naik, mulai dari tukang ketik, Staff Subbag Umum, menjadi dosen, lalu Direktur Pascasarjana.

Baca Juga:  Selamatkan Islam dari Ketertinggalan

Setelah menunaikan tugasnya sebagai Direktur Pascasarjana, Babun diberi kepercayaan sebagai Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Jember (2012). Sebagai ketua, ia otomatis menjadi anggota Forum Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN). Sebuah forum yang beranggotakan seluruh perguruan tinggi Islam negeri se-Indonesia.

Posisinya sebagai Ketua STAIN Jember ia jalani dengan sungguh-sungguh. Perlahan tapi pasti, STAIN Jember terus berkembang. Bersamaan dengan itu, Babun ditunjuk menjadi Wakil Ketua Forum PTKIN (2015). Dan terpilih sebagai Ketua Forum PTKIN sejak tahun 2019 hingga sekarang. Jabatan Babun di PTKIN memberikan kontribusi besar bagi tugasnya dalam mengembangkan STAIN Jember.

Babun tidak hanya berangkat dari bawah, tapi juga menjadi saksi sekaligus pelaku sejarah perjalanan IAIN Sunan Ampel Cabang Surabaya hingga bertransformasi menjadi Universitas Islam Negeri KH Achmad Siddiq (UIN KHAS) kira-kira sebulan lagi.

Selama menempuh perjalanan karir, Babun tak melupakan NU. Sebab, ia terlahir dalam keluarga NU, bekerja di kampus yang notabene ‘dihuni’ warga NU, sehingga sangat tepat bila ia mengabdikan diri di NU (hal. 56).

Jejak pertama yang ia tempuh adalah menjadi anggota Ansor, sebuah badan otonom NU. Di Ansorpun ia berangkat dari bawah, dimulai dari menjadi Ketua Ranting Ansor, Ketua Pimpinan Anak Cabang Ansor Kaliwates, hingga menjadi ketua Pimpinan Cabang Ansor Jember. Dari organisasi inilah, Babun membangun jaringan di tingkat lokal, regional maupun nasional.

Kemajuan IAIN Jember pun tak lepas dari jarigan yang dia bangun baik di Ansor maupun jaringan yang ia rintis melalui kolega-keleganya di luar Ansor. Karena itu, mimpi besarnya untuk menjadikan IAIN Jember mampu bersaing dengan perguruan tinggi tanah air bahkan luar negeri, ia bermodalkan Baja. Baja adalah kepanjangan bahasa dan jarigan. Yang dimaksud bahasa adalah komunikasi, dan jaringan adalah relasi. Di bawah kepemimpinan Babun, dengan kelihaian komunikasinya dan memanfaatkan jaringan yang ada, IAIN Jember tumbuh berkembang seperti sekarang ini.

Babun memang dikenal dengan sebutan agent of networking. Ketua jurusan Dakwah STAIN Jember, Achidul Asror (saat itu), mengatakan bahwa karakteristik dalam diri Babun adalah jaringan sosial dengan lembaga-lembaga di luar, baik instansi pusat, regional maupun lokal (hal.99).

Baca Juga:  Kekerasan Atas Nama Agama

Dengan modal Baja itulah, Babun mampu mengantarkan STAIN Jember menjadi IAIN, beralih status menjadi IAIN Jember, bahkan dalam waktu akan bermetamorfosa menjadi UIN KHAS.

Sukses Babun dalam meniti karir, bukan semata-mata karena keuletan dan kesabarannya, tapi juga karena doa orang tuanya. Ayahanda Babun, Syekhrab yang hanya seorang pedagang barang rongsokan pun mempunyai keinginan tinggi untuk menjadikan Babun dan anak-anaknya yang lain, agar menjadi orang yang sukses dan bermanfaat. Hal ini, tergambar dalam nama yang diberikannya: Babun Suharto. Nama Suharto memang ‘dinisbatkan’ kepada Presiden Suharto yang saat itu begitu gagah memimpin Indonesia.

Tidak hanya dari nama, keinginan besar Syekhkrab juga tercermin dalam doa-doanya. Setiap pukul dua dini hari, ia bangun bertahajjud, menangis kepada Allah agar Babun dan anak-anaknya dijadikan orang yang bermanfaat (hal.18).

Bagi Babun, doa orang tua adalah yang pertama dan utama tanpa harus menyepelekan faktor lain. Jamaknya, manusia begitu sibuk berusaha mencapai keinginannya dengan mengerakkan segala daya dan upaya. Namun ketika usahanya mengalami kesulitan, doa orang tua menjadi pelarian. Namun Babun membaliknya, doa orang tua justru harus dikedepankan sebagai pembuka jalan menuju kesuksesan.

Hal ini juga diakui oleh Rais Syuriyah PCNU Jember KH Musyiddin Abdusshomad dalam pengantarnya di buku tersebut. Menurutnya, kesuksesan Babun tak lepas dari doa dan usaha oang tuanya, kesadaran akan pentingnya pendidikan, sabar dan istiqamah, serta barokah ulama dan orang–orang saleh (hal.iv).

Kisah Babun adalah sebuah pesan bahwa kesuksesan bukan monopoli orang yang berduit dengan ketersedian segala fasilitasnya dan bukan pula monopoli orang dengan kecerdasan yang luar biasa, tapi sukses bisa direngkuh oleh orang tak berpunya, namun ulet dan memposisikan ridla dan doa orang tua sebagai pijakan dasar untuk berusaha.

Buku ini layak dibaca oleh siapapun yang ingin belajar tentang kesukesan bukan dari Babun-nya tapi dari caranya berusaha, keuletannya, kesabarannya, cara memposisikan orang tuanya, dan sebagainya. Buahnya, ia petik saat ini: menjadi sosok di balik kemajuan IAIN Jember, bahkan dipastikan sebentar lagi beralih status menjadi UIN KHAS. (*)